MUI: Sudah Terdeteksi, Jangan Dikonsumsi

Selasa 20-06-2017,13:15 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Penemuan mi instan yang mengandung babi membuat umat Islam harus hati-hati memilih makanan. Karena informasi ini sudah beredar luas, umat muslim diminta tak mengonsumsi mi tersebut. “Kalau sudah tahu, ya jangan dikonsumsi. Hukumnya haram,” ujar Wakil Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Cirebon DR KH Syamsudin MAg. Syamsudin mengaku baru mengetahui informasi soal mi yang mengandung babi. “Kita akan ajak ketua MUI untuk rapat dan berkoordinasi dengan lembaga dinas terkait. Seperti disperindag dan dinas kesehatan. Ini harus dibahas,\" ungkap Syamsudin, kemarin (19/6). Meski demikan, sambung Syamsudin, umat Islam tidak usah resah dengan hal ini. Dia meminta umat Islam bisa berhati-hati mengonsumsi makanan. \"Sekali lagi, apabila sudah terdeteksi mengandung babi, itu jelas diharamkan. Kepada umat Islam harus menghindarinya, jangan sampai mengonsumsi,\" tandas Rois Syuriah PCNU Kota Cirebon itu. Meski demikian, bagi umat Islam yang sudah telanjur mengonsumsi mi tersebut, ada pengecualian. “Kalau mereka dalam kondisi tidak mengetahui ada kandungan babi sebelumnya, tentu ada pengecualian. Namun bila ada yang sudah tahu dan tetap membeli dan mengonsumsinya, sudah jelas hukumya haram. Jadi hati-hati,” tandas Syamsudin. MUI mengimbau agar umat Islam tetap berhati-hati dan pintar memilih dan mengonsumsi makanan. Karena makanan yang sudah diharamkan seperti babi akan merusak jiwa. \"Dalam Islam mengonsumsi makanan itu tidak hanya harus halal, tapi juga thoyyiban. Artinya baik dan tidak membahayakan dan merusak kondisi tubuh,\" imbuhnya. Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kabupaten Cirebon Deni Agustin SE mengaku tak bisa berindak tegas mengenai peredaran mi mengandung Babi. \"Makanan impor seperti mi yang mengandung babi kalapun ditemukan di lapangan, kami tak bisa bertindak. Sifatnya kami hanya monitor. Senjak ada UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,\" ujar Deni, Senin (19/6). Menurutnya, untuk pengawasan makanan impor dan zat berbahaya menjadi kewenangan pusat melalui Kementerian Perdagangan. Sementara yang menindak adalah pemerintah provinsi. Meski demikian, kata Deni, pihaknya tetap melakukan monitoring di setiap pasar modern maupun tradisional. Monitoring yang terbagi menjadi 4 tim hanya internal Disdagin. Dengan kata lain, ketika ditemukan makanan yang berhabaya, melewati batas kedaluwarsa dan mengandung babi, langsung dilaporkan ke pemprov.. Senada dikatakan Kabid Perdagangan Disperindagkop Kota Cirebon, Ateng. Dia mengatakan dalam kasus ini kewenangan ada di BPOM untuk menarik atau menindak para pelaku usaha yang menjual mi mengandung babi. \"Jadi ini bukan kewenangan kami. BPOM dan provinsi yang berwenang,\" ungkapnya. Pihaknya hanya bisa mengimbau masyarakat untuk lebih cermat memilih mi untuk dikonsumsi. Seperti label halal dan label dari BPOM. \"Yang terpenting cek label halal dan label dari BPOM. Kalau sudah ada dipastikan aman,\" katanya singkat. Seperti diberitakan, Minggu (18/6) BPOM pusat mengeluarkan surat peringatan soal penarikan empat produk mi instan asal Korea Selatan. Mi instan yang diimpor PT Koin Bumi itu dinyatakan mengandung babi. Adapun keempat produk tersebut yakni Shin Ramyun Black (BPOM RI ML 231509052014), Mi Instan U-Dong (BPOM RI ML 231509497014), Mi Instan Rasa Kimchi (BPOM RI ML 231509448014), dan Mi Instan Yeul Ramen (BPOM RI ML 231509284014). Kepala BPOM Penny Lukito membenarkan penarikan tersebut. Dia mengatakan, pihaknya telah mengambil sampel dan pengujian terhadap parameter DNA spesifik babi. Hasilnya, ada beberapa produk yang menunjukkan positif mengandung DNA babi. Merespons hasil tersebut, Penny telah meminta importer untuk menarik produk tersebut. Dia juga menginstruksikan pada seluruh Balai Besar POM Indonesia untuk ikut memonitor. Bila masih menemukan barang tersebut, wajib ditarik. Pangan tersebut sejatinya tak masalah diedarkan. Namun, harus dengan mencantumkan tanda khusus berupa tulisan “mengandung babi” dan gambar babi berwarna merah dalam kotak berwarna merah dengan dasar putih. Sehingga, konsumen paham terhadap kandungan pangan yang akan dikonsumsinya. Seperti yang sudah diatur dalam peraturan Kepala BPOM No 12/2016. “Pada saat pangan mendaftarkan untuk mendapat izin edar, mereka seharusnya mengajukan data secara jelas apakah mengandung babi atau tidak,” katanya.  (jml/sam/apr/JPG)

Tags :
Kategori :

Terkait