DPRD Ogah  Addendum Proyek Gedung Setda 8 Lantai

Rabu 21-06-2017,16:15 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Gelagat pekerjaan gedung sekretariat daerah yang bakal melampaui Desember 2017, Pemerintah Kota Cirebon dikabarkan mulai memikirkan rencana perpanjangan waktu (addendum). Tapi, rencana yang belum disampaikan dalam forum resmi ini keburu ditolak wakil rakyat. “Itu proyek multi years tahun 2016-2017. Jadi harus selesasi tahun ini,” ujar Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi, kepada Radar, Selasa (20/6). Politisi PDIP itu meminta eksekutif konsisten dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama. Saat pembahasan awal, DPRD dan pemkot sudah sepakat pembangunan gedung senilai Rp86 miliar itu selesai Desember tahun 2017 dan tidak ada perpanjangan. Waktu yang disediakan juga sangat cukup, karena kontrak sudah ditandatangani pihak ketiga pada November tahun 2016 lalu.  “Kita berbicara terkait penganggarannya. Kami setuju pembangunan gedung setda, tapi harus selesai tahun ini juga,” tegas Edi. Ia meminta Pemkot Cirebon harus tegas kepada kontraktor gedung setda. Sebab, kesan yang ditangkap selama ini, eksekutif seolah tidak mampu berbuat banyak di hadapan kontraktor. Bagaimana bila addendum ditempuh tanpa koordinasi dengan legislatif? Edi menilai hal itu sama dengan wanprestasi. Hal serupa juga terjadi pada perpanjangan waktu kontrak proyek dana alokasi khusus (DAK) Rp96 miliar. “Kalau sampai hal itu terjadi, legislatif tidak akan diam,” tandasnya. Edi mengaku heran dengan keputusan pemkot yang memenangkan PT Rivomas Pentasurya dan mengalahkan peserta dari BUMN seperti PT Adhi Karya. Padahal, perusahaan BUMN sudah teruji kualitasnya dalam mengerjakan pembangunan bernilai besar. “Kenapa ada Adhi Karya, kok Rivomas yang menang?” tanya dia. Tidak hanya itu, dia tambah curiga karena polah kontraktor kerap didiamkan. Termasuk saat proyek masuk dalam tahap kritis, pemkot seperti tidak berdaya untuk membuat keputusan strategis. Dia menyebut, eksekutif seperti tersandera. Di tempat terpisah, Ketua Komisi II DPRD, Ir H Watid Sahriar MBA mengaku sejak awal sudah pesimis hasil pengerjaannya tepat waktu. Bahkan saat terungkap apa yang diklaim kontraktor tidak sesuai kenyataan. “Bilangnya sudah 30 persen, kalau kita lihat sih baru 14 persen. Maksimalnya mungkin nggak nyampe 20 persen,” katanya. Watid menyebut, sejak awal tanda-tanda kontraktor tidak bekerja dengan optimal sudah terlihat. Dari sisi jumlah tenaga kerja, jauh di bawah standar. Di lokasi hanya terdapat 40 orang, padahal idealnya pekerjanya sekitar 100 orang. “Mestinya mereka mengejar ketertinggalan termasuk menerapkan shift. Tapi sistem shift itu baru diterapkan belakangan ini,” ucapnya. Semenatra itu, Sekretaris Daerah, Drs Asep Dedi MSi juga kurang yakin proyek Rp86 miliar itu selesai tepat waktu. Tapi dia mengaku tak bisa banyak berbuat selain menginstruksikan DPUPR. “Saya sudah meminta DPUPR untuk segera mengingatkan kontraktor. Pekerjaan dipercepat. Kalau sampai sekarang baru 25 persen, akhir tahun meragukan selesai,” ucapnya. Asep meminta kontraktor untuk berkomitmen menyelesaikan pekerjaan. Tepat waktu atau tidak pembangunan gedung setda menjadi tanggungjawab DPUPR secara langsung. Ia juga mengingatkan, hasil pembangunan gedung delapan lantai itu akan digunakan jajaran setda dalam bekerja setiap hari. (yusuf/abdullah)

Tags :
Kategori :

Terkait