Jembatan Sewo Banyak Pengalap Tawur

Sabtu 24-06-2017,17:50 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

INDRAMAYU – Keberadaan warga peminta-minta sedekah di jembatan Sewo Sukra, menjadi problema tersendiri bagi petugas kepolisian saat musim arus mudik. Meski sudah diingatkan agar tidak beroperasi karena bakal mengganggu kelancaran arus lalu lintas, mereka tidak mengindahkannya. Malah, pada musim mudik lebaran tahun ini, jumlah para pemburu uang receh jumlahnya terbilang banyak. Bahkan lantaran area jembatan Sewo penuh sesak, warga pengalap tawur sampai meluber arah timur ke sepanjang ruas jalan raya pantura Desa Sukra. “Wah sekarang mah sudah merembet ke depan bekas studio film itu. Sekitar 300 meter dari jembatan Sewo,” ungkap Otong, salah seorang warga kepada Radar. Tingginya jumlah para pengalap berkah itu, lanjut dia, dipicu masih adanya para pengendara yang menabur uang receh di atas jembatan Sewo. Hampir setiap hari, saban pagi, siang dan malam, ratusan orang dari anak-anak, remaja sampai orang tua sembari menenteng sapu lidi dengan tangkai panjang berdiri di pinggir jalan raya. Menurut Otong, tindakan mereka ini memang cukup berbahaya, mengancam keselamatan jiwa mereka sendiri. “Malah sudah ada korbannya. Ada anak yang kesambar mobil, tangannya patah. Tapi ya gak pada kapok, malah tambah banyak,” tuturnya. Tapi setidak-tidaknya, tambah dia, keberadaan banyak orang melakukan aksi menyapu ramai-ramai itu telah membuat kondisi jembatan yang terkenang angker itu selalu bersih dari sampah. Ihwal keberadaan para tukang sapu ini, tidak lepas dari kisah tragedi kecelakaan bus transmigran perintis asal Boyolali, Jawa Tengah pada 41 tahun lalu tepatnya 11 Maret 1974. Para transmigran hendak berangkat ke Sumatera Selatan. Namun nahas, saat melintas di jembatan Sewo, bus mereka terperosok masuk ke dalam sungai, dan terbakar. Sebanyak 67 penumpang tewas, dan hanya tiga anak saja selamat. Ada juga yang bilang satu bayi saja selamat. Untuk menghormati kecelakaan tragis itu, warga Boyolali yang melintasi jembatan membuang uang recehan. Belakangan hal itu menjadi tradisi pengemudi baik sopir truk, bus, pengendara sepeda motor maupun masyarakat umum yang memercayai dengan melepar uang, perjalanan mereka akan selamat sampai tujuan. Tapi menurut Sadim, warga sekitar, tradisi membuang uang receh sejatinya sudah ada sejak zaman kakek-neneknya dulu saat kondisi jembatan itu masih jelek dan sempit. Konon, sungai di bawah Jembatan itu memang terkenal angker karena menjadi markas berbagai makhluk halus, mulai dari kuntilanak sampai siluman buaya putih. “Warga atau pengendara yang lewat di atas jembatan melempar uang agar selamat dan tidak diganggu mahluk halus. Ini menurut mitos begitu. Sejak kapan tradisi lempar uang, saya juga kurang tahu,” ucap dia. Sampai sekarang, penduduk sekitar jembatan memanfaatkan benar tradisi ini untuk mengais rejeki berebut koin yang tidak lagi di buang ke sungai, tapi ke aspal di atas jembatan. Jika musim arus mudik dan balik lebaran tiba, warga yang ngalap uang receh jumlahnya berlipat-lipat dari hari biasanya, mencapai ratusan orang. (kho)

Tags :
Kategori :

Terkait