Produksi Tahu Turun Drastis, Terancam Gulung Tikar

Jumat 04-08-2017,22:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN-Naiknya harga garam dalam sebulan terakhir, berimbas kepada usaha kecil menengah seperti pembuat tahu rumahan. Usaha mereka sekarang terancam gulung tikar lantaran kesulitan memeroleh garam dengan harga murah. Akibatnya, para pembuat tahu terpaksa mengurangi produksi untuk menekan pengeluaran. Bagaimana kondisinya? Wajah Dede, tak secerah beberapa bulan lalu. Sudah sebulan ini, Dede seperti tak bergairah meneruskan usahanya. Di rumahnya yang berada di Desa/Kecamatan Kramatmulya, Dede membuka usaha pembuatan tahu. Usaha yang sudah digelutinya selama puluhan tahun itu menjadi pegangan hidup bagi dia dan keluarganya. Dari usaha pembuatan tahu itu. Dede mampu menghidupi keluarganya. Tapi kini, pria bertubuh sedang itu seperti tak semangat menghadapi usahanya yang kian tak menentu akibat kenaikan harga dan sulitnya mendapatkan garam kasar. Dia masih ingat betul ketika harga garam masih terjangkau, usaha tahunya berkembang dan menghasilkan keuntungan yang lumayan. Dalam sehari, dia mampu membuat tahu dalam jumlah banyak. Pembelinya juga banyak yang datang. Selain melayani pembeli yang datang langsung ke rumahnya, Dede juga rutin menjual tahunya ke pasar-pasar. Namun itu dulu, sebelum harga garam naik dan sulit dicari. Sekarang, dia agak kesulitan memproduksi tahu karena garam yang makin sulit diperoleh. Dede menerangkan, garam itu dibutuhkan untuk membuat rasa tahu menjadi asin. Biasanya dia membeli garam kasar per karung Rp98 ribu, dan rutin dikirim distributor. Namun kini harga garam kasar naik dua kali lipat menjadi Rp190 ribu per karung. “Sekarang usaha tahu makin sulit. Garam yang biasanya mudah diperoleh dengan harga murah, sekarang benar-benar harganya melonjak dua kali lipat. Sudah begitu, mendapatkannya juga susah. Sekarung garam kasar beli dari distributor seharga Rp190 ribu. Padahal dulu hanya Rp90.000 per karung,” tutur Dede. Agar usahanya tetap jalan, Dede terpaksa mengurangi produksi tahunya. Itu berarti, banyak pelanggannya yang tidak bisa dikirim. Meski terasa berat, tapi dia berusaha untuk tetap menggeluti usaha tahu yang diwariskan orang tuanya. Dede juga mengaku tidak tahu kapan kondisi ini akan normal, di mana garam bisa diperoleh dengan mudah, dan harganya terjangkau. “Harapan saya dan juga para perajin tahu lainnya, harga garam kembali normal. Dan yang paling penting mudah diperoleh. Tidak seperti sekarang. Sudah harganya mahal, barangnya juga susah,” keluhnya. Sementara, dari pantauan Radar di Pasar Kepuh, stok garam kasar atau krosok di para pedagang kini sudah kosong. Para pedagang menyatakan, pengiriman garam krosok dari distributor sudah terhenti alias sudah tidak ada kiriman lagi. Pedagang menjual garam sisa yang masih ada. Itupun dijual dengan harga tinggi. Garam bubuk yang awalnya dijual Rp1.000 sekarang melonjak menjadi Rp1.500 per bungku. “Sekarang sudah tidak ada pengiriman garam lagi. Ya terpaksa menjual yang masih tersisa. Karena tidak ada pengiriman, harganya juga naik,” tutur beberapa pedagang di Pasar Kepuh, sabil memperlihatkan stok garam yang tersisa. Petugas Pasar, Alisman membenarkan jika harga garam di Pasar Kepuh mengalami kenaikan. Hal ini dipicu karena tidak ada pengiriman dari distributor. Akibatnya, pedagang kesulitan mendapatkan garam, dan jika ada sisa, harganya dinaikan. “Sebelum gonjang-ganjing, harga garam cukup murah. Garam krosok atau kasar dijual Rp1.500 per bungkus, kini naik menjadi Rp6 ribu. Satu bungkus itu isi 1 kilogram. Tapi sekarang hanya 7 ons. Ada pengurangan beratnya. Saya selalu mengecek harga kebutuhan pokok, termasuk garam,” sebut pegawai Disperindag, Kabupaten Kuningan tersebut. (ags)

Tags :
Kategori :

Terkait