MAJALENGKA–Upaya pengguliran hak interpelasi DPRD terhadap SK Bupati tentang Nilai jual Objek Pajak (NJOP) 2017, beberapa bulan tak terdengar kabar kelanjutannya. Namun pihak inisiator interpelasi di DPRD menganggap upaya tersebut masih berlanjut. Saat ini tinggal dua tahapan lagi dalam upaya pengguliran interpelasi. Inisiator hak interlepasi DPRD, Dede Aif Musoffa SH menyebutkan dua tahapan tersebut sebagaimana yang diatur dalam tata tertib DPRD adalah mengagendakan pemanggilan bupati untuk menjelaskan di forum paripurna DPRD terkait kebijakan penerbitan SK Bupati Nomor 973/KEP.306-DPKAD/2016 tentang NJOP 2017. Setelah itu, tahapan interpelasi bakal dilanjutkan dengan penerbitan rekomendasi DPRD terhadap penyampaian atau pemaparan bupati tersebut. Kesimpulan bisa dalam bentuk menerima atau puas, atau tidak puas terhadap jawaban bupati. Kalau merasa tidak puas bisa melangkah ke upaya lain, yang bisa dilakukan DPRD dalam menyikapi sebuah kebijakan pemerintah daerah. Sayangnya upaya pemanggilan bupati sebagai tindak lanjut dari pengguliran hak interpelasi belum bisa terjadwalkan. Dia menilai rencana pemanggilan tersebut saat ini ada di tangan pimpinan DPRD, karena saat ini proses pengguliran hak interpelasi sudah menjadi keputusan lembaga DPRD bukan lagi usulan inisiator dari fraksi-fraksi. “Sekarang hak interpelasi ada di meja pimpinan, karena upaya interpelasi ini sudah menjadi keputusan lembaga. Kapan itu (pemanggilan bupati, red) akan dilakukan, saya juga nggak tahu. Dari bulan Juni sampai sekarang belum kelihatan akan diagendakan pemanggilan itu,” ujarnya. Di sisi lain panitia khusus (Pansus) DPRD juga tengah mengusulkan Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang PBB perdesaan dan perkotaan. Upaya perubahan Perda PBB tersebut didorong fraksi pendukung pemerintah, sebagai upaya menangkal gejolak hak interlepasi yang jika terus bergulir hingga memanggil bupati ke hadapan forum interpelasi DPRD bisa menurunkan kredibilitas politis kepala daerah dan fraksi pendukungnya. Hal ini menurut Dede Aif tidak terpengaruh dan bakal berjalan masing-masing, karena beda produk dan beda urusan. “Kalau interpelasi terus jalan, kalau perubahan Perda PBB itu untuk menjadi dasar hukum program PBB tahun depan (2018). Jadi beda urusannya,” ungkapnya. Ketua Pansus Perubahan Perda PBB Drs Nursiwanjaya menyebutkan, substansi pokok yang ingin mereka dorong untuk dilakukan perubahan dalam Perda 2/2012 tersebut diantaranya terkait nilai jual objek pajak-tidak kena pajak (NJOP-TKP). Menurutnya, substansi ini diyakini dapat menjadi solusi di tengah situasi seperti sekarang ini. Saat ini yang tertuang dalam Perda 2/2012, NJOP TKP ada di kisaran Rp10 juta. Ke depanya didorong agar besaran NJOPTKP dinaikan hingga di atas Rp50 juta sampai Rp100 juta. Realisasinya tergantung di titik berapa poin NJOP-TKP tersebut disepakati eksekutif dan legislatif dalam perubahan perda itu. Jika hal iitu bisa diakomodasi, maka besaran PBB yang mesti dibayarkan para wajib pajak di tahun 2018 mendatang bisa lebih ringan. Misalnya seorang WP ditetapkan mempunyai aset tanah dan bangunan senilai Rp500 juta, kalkulasi besaran PBB-nya dikurangi dulu dengan NJOP TKI yang misalnya ditetapkan sebesar Rp70 juta. Jadi NJOP yang dikenakan pajaknya hanya Rp430 juta kemudian besaran PBB-nya dikalikan tarif 0,15 persen. Bandingkan dengan kondisi sekarang, karena NJOP TKP masih di angka Rp10 juta, maka untuk simulasi WP tersebut NJOP yang dikenakan pajaknya masih cukup tinggi karena hanya terpotong Rp10 juta atau masih Rp490 juta. (azs)
Interpelasi Terhadap SK Bupati Soal NJOP, Tergantung Pimpinan DPRD
Rabu 06-09-2017,18:01 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :