Heni: Jangan Selalu Konotasikan Kafe Itu Maksiat
KUNINGAN - Tuntutan Front Pembela Islam (FPI) Kuningan agar kafe tutup setiap malam Jumat, tidak digubris Paguyuban Kafe Kuningan. Mereka merasa keberatan karena sebulan penuh selama Ramadan mereka sudah harus tutup.
“Kalau setiap malam Jumat tutup kami keberatan. Sebab bulan puasa kami sudah tutup full satu bulan. Terkecuali malam Jumat Kliwon, kami tutup,” ujar Ketua Paguyuban Kafe Kuningan, Hj Heni Rosdiana, kepada Radar, Selasa (20/11).
Heni menegaskan bahwa, karyawan kafe cukup banyak dan mereka menghidupi keluarganya. Jadi kalau setiap malam Jumat libur, Ia merasa kasihan terhadap karyawan-karyawan kafe tersebut. Tapi owner kafe LG ini setuju tentang pentingnya standar operasional (SOP) kafe.
Seperti usulan istilah wanita pemandu lagu (PL) diganti menjadi karyawati, berseragam sopan, tata cahaya lampu tidak terlalu gelap. Begitu dengan room (ruangan karaoke, red) yang berkaca secukupnya agar bisa dilihat dari luar.
“Kalau aturan room tidak dikunci kan sudah berjalan dari dulu,” tukas Kepala Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus itu.
Selain itu, pihaknya siap membuat lingkungan kafe yang nyaman dan tidak kumuh. Sesuai perizinan, pihaknya khususnya kafe LG juga menyediakan makanan berat. Tidak hanya minuman dan makanan ringan. “Gak tau kafe lain. Yang jelas saya sudah mengimbau,” ujar dia.
Ia tidak mau kafe selalu dikonotasikan sebagai sarang maksiat. Semisal minuman keras (miras), menurut dia, kafe tidak pernah menyediakan miras beralkohol lebih dari 5%. Kafe di Kuningan sudah tunduk hanya menjual miras sesuai aturan perundang-undangan. Yaitu beralkohol 5%.
Yang perlu menjadi perhatian serius adalah pengawasan superketat para tamu agar tidak membawa miras dari luar. “Kita (kafe, red) hanya terbawa dampaknya saja. Sebab sebenarnya para tamu sering membawa miras dari luar. Atau sudah mabuk terlebih dulu di luar baru masuk kafe. Itulah yang melahirkan imej buruk bagi kafe,” tandasnya.
Yang terpenting bagi ormas dan aparat bukan sebatas pengawasan, tapi pemberantasan miras di luar kafe. Seperti di warung dan toko-toko penjual miras. Pihaknya pun berjanji akan melakukan pengawasan ketat di dalam kafe.
“Padahal aparat gerebek saja pabrik mirasnya. Itu agar miras bisa diberantas habis,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kuningan, Drs Teddi Suminar mengaku, akan berkomunikasi dengan seluruh pihak terkait persoalan kafe. Khususnya para pemilik kafe dan ormas Islam.
“Untuk semua pembahasan, kami serahkan pada pembahasan di dewan,” kata Teddi. (tat)