Laporan Kongkalikong ke KPK Baru Sampel

Selasa 27-11-2012,09:04 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Dipo Menyatakan Masih Simpan Banyak Kasus Serupa JAKARTA - Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam mendapat cecaran dari sejumlah anggota Komisi II DPR sehubungan dengan laporan dugaan praktik kongkalikong tiga kementerian ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia dinilai melakukan pencitraan. Namun, Dipo menegaskan bahwa dirinya memiliki landasan aturan terkait dengan sikapnya itu. Bahkan, dia mengisyaratkan masih banyak dugaan kongkalikong kementerian lain yang belum dia laporkan. \"Saya tidak ada main-main di sini. Saya pilih sampel tiga (kementerian, red) untuk dilaporkan,\" ujar Dipo dalam rapat kerja bersama dengan Komisi II DPR di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (26/11). Dalam rapat komisi II yang mengagendakan laporan BPK terkait dengan audit Seskab kemarin, mayoritas anggota dewan justru mempertanyakan manuver Dipo yang melaporkan tiga kementerian ke KPK. Sejumlah anggota komisi II menyayangkan tidak adanya penyelesaian internal di pemerintah. Justru, laporan ke KPK menimbulkan situasi tidak kondusif dan semata-mata dinilai sebagai biang keributan. Menjawab sejumlah pertanyaan itu, Dipo menjelaskan bahwa sejak awal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menjelaskan perhatiannya tentang pemberantasan korupsi. Tatkala dilaksanakan, sejumlah pihak menilai hal itu sebagai pencitraan. \"Saya sendiri mencatat 13 kali presiden mengingatkan untuk tidak kongkalikong,\" katanya. Dipo menyatakan, presiden sudah berulang-ulang mengingatkan adanya praktik kongkalikong. Namun, pernyataan itu, tampaknya, tidak mendapat respons berarti. Pernah disampaikan oleh presiden bahwa praktik kolusi itu sudah terjadi saat realisasi anggaran baru dilaksanakan. \"Presiden sudah meminta KPK, BPK, dan BPKP untuk melakukan pencegahan,\" ujarnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, penyimpangan anggaran itu makin terkuak. Dipo menyatakan, KPK memberikan data bahwa sudah ada 65 pesakitan yang sudah menjadi tersangka maupun terhukum terkait dengan penyimpangan anggaran. Pemerintah sendiri sudah memberikan 1.600 izin kepada 3.551 pejabat pemerintah pusat, DPR, dan DPRD untuk diperiksa penegak hukum. \"Dari semuanya, memang paling banyak adalah dari parpol, DPR, dan DPRD,\" sebutnya. Dipo mengisyaratkan bahwa inisiatif melaporkan itu sudah sesuai dengan instruksi presiden nomor 7 tahun 2011. Dalam inpres itu, para menteri, Seskab, jaksa agung, hingga kepala daerah diminta untuk mendukung pemberantasan korupsi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Inpres itu tampaknya juga tidak mendapat respons yang berarti. \"Delapan tahun kami menata, masih ada saja yang tidak perduli,\" katanya. Dengan dasar itulah, Dipo kemudian menyampaikan dugaan praktik kongkalikong tiga kementerian kepada KPK. Dia menegaskan, sasaran subjeknya bukan menteri. Mengenai nanti menteri itu terkait atau tidak, tindak lanjutnya tergantung pada pemeriksaan KPK. Namun, secara prinsip, jika ada penyimpangan di lembaga atau komisi mana pun dan dirinya mendiamkan, tentu dirinya juga salah. \"Saya hemat bicara supaya tidak gaduh politik. Saya tahu, banyak yang masih kongkalikong,\" tegasnya. Apakah presiden tidak tahu langkahnya itu\" Menjawab pertanyaan itu, Dipo menegaskan bahwa semua langkah, arahan, concern-nya itu merupakan perintah SBY. Dia juga membantah tudingan bahwa laporan itu memunculkan disharmoni di kalangan menteri dengan dirinya. \"Menteri yang saya undang kooperatif. Apa namanya tidak harmonis itu?\" ujarnya. Menurut Dipo, langkah yang dia lakukan itu juga bermaksud untuk mengingatkan siapa pun pihak bahwa saat ini sudah ada yang mengingatkan. Dirinya menegaskan tidak akan menutup niat itu. \"Apakah nanti saya dipanggil BK. Jika diperlukan, saya akan lakukan,\" tandasnya. Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa menilai, penjelasan yang disampaikan Dipo cukup memberikan gambaran langkah yang sejatinya dilakukan pemerintah. Namun, Agun mengingatkan agar langkah yang dilakukan Dipo tetap sesuai dengan jalur yang ada. \"Saudara Dipo juga sudah bersedia jika ada langkah-langkah DPT, dalam hal ini melalui Komisi II DPR maupun BK,\" ujarnya. Agung menyatakan, Komisi II DPR memberikan dukungan atas langkah Dipo. Namun, langkah Dipo harus disesuaikan dengan ruang lingkup. Dalam hal ini, komisi II mendukung pencegahan praktik kongkalikong di penyusunan anggaran yang diorientasikan di lingkungan pemerintah. \"Itu urusan Bapak,\" katanya. Situasi saat ini memanas, ujar Agun, karena seolah-olah dipertentangkan antara eksekutif dan legislatif. Urusan DPR dalam hal ini jelas, diselesaikan oleh BK DPR. \"Kami memberikan dukungan. Namun tidak bisa dihindari ada keterlibatan sehingga laporannya kepada KPK,\" tandasnya.   ***Jangan Dibawa ke Ruang Publik   Laporan Seskab Dipo Alam ke KPK terkait dengan kongkalikong anggaran di sejumlah kementerian dikabarkan sempat membuat hubungan di internal kabinet terganggu. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan Informasi Heru Lelono meminta menteri-menteri yang diduga dilaporkan untuk tidak membawanya ke ruang publik. \"Kalau misalnya tidak nyaman, ya bicaralah dengan presiden. Kalau tidak ada apa-apa, ya sudah, bekerja seperti biasa,\" kata Heru di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (26/11). Menurut Heru, proses pelaporan tersebut sudah bergulir. Namun, jangan sampai menjadi polemik  berkepanjangan. \"Harapan saya, keonaran publik seperti ini dihentikan. Ya sudah, kalau memang diserahkan ke (penegak, red) hukum,\" kata Heru. Namun, dia mengaku tidak mengetahui secara persis latar belakang pelaporan sejumlah kementerian ke KPK oleh Dipo. \"Kalau berani melaporkan, berarti harus punya data,\" sambungnya. Meski ada pelaporan tersebut, Heru yakin tidak ada perpecahan di dalam internal Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II. Heru juga menolak jika disebut Presiden SBY membiarkan isu tersebut berkembang menjadi polemik. \"Saya tidak yakin seperti itu (ada perpecahan, red),\" katanya. Menurut Heru, justru istilah kongkalikong itu muncul dari presiden yang meminta agar tidak terjadi lagi praktik semacam itu. Baik di internal pemerintah maupun dengan pihak di luar eksekutif. Jika memang ada yang melanggar, prosesnya akan diserahkan ke penegak hukum. “Saya yakin kalau dalam batas tertentu ada kementerian yang tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik, presiden pasti akan ambil tindakan,\" ujarnya. (bay/fal/c1/nw)

Tags :
Kategori :

Terkait