Kampung Cobek Perbaiki Ekonomi Warga

Selasa 02-01-2018,12:29 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

KALAU sebelumnya, mayoritas pemuda dari Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon mengadu nasib ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya untuk mencari pekerjaan. Namun kini, para pemuda kampung cobek tak perlu jauh-jauh, karena pekerjaan pun sekarang sudah terlihat begitu keluar dari rumah. Berkah itu datang, saat salah satu warga memperkenalkan cara membuat cobek cetak yang dipelajari langsung dari perajinnya di Blok Karangdawa, Desa Setu Patok, Mundu. Meskipun berbahan dasar semen dan pasir, namun untuk soal ketahanan, cobek cetak ini sama tahannya dengan cobek batu. Pembuatannya pun tak kalah rumit. Bahkan hingga memakan waktu sampai dua minggu lebih, sampai cobek tersebut siap jual. “Kalau cobek cetak itu kunci kekuatannya ada di air. Semakin lama direndam, maka semakin kuat. Bahkan bisa kuat dua sampai tiga tahun,” ujar Kadi, salah satu perajin cobek di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Senin (1/1). Ia pun menjelaskan proses pembuatan cobek tersebut dari awal, dimulai dengan mengayak pasir hingga halus, sampai dengan mencampurkan semen kemudian mengaduk adonan tersebut hingga kalis. Kemudian menuangkan adonan semen serta pasir ke atas cetakan yang terbuat dari hamparan pasir. “Cetakannya kita siapkan dulu. Pasir kita tumpuk kemudian kita ratakan. Lalu kita ambil cetakan dan kita tekan sampai permukaan pasir membentuk cobek sesuai ukuran yang dikehendaki,” tuturnya. Namun selain air, proses ini juga sangat bergantung dengan keberadaan panas. Pasalnya, setelah cobek melewati tahap pencetakan, panas matahari lah yang kemudian mendapat porsi utama untuk tahap selanjutnya. Butuh waktu seharian, bahkan sampai dua hari tergantung panas yang ada hingga cobek yang dicetak tersebut, benar-benar kering dan mulai masuk tahap perendaman. “Setelah dijemur, direndam beberapa hari, lalu dikeringkan lagi. Setelah itu digerinda untuk meratakan permukaan. Setelah itu, direndam lagi dan dikeringkan lagi. Kalau di pasaran, justru cobek ini yang dicari, karena harganya lebih murah, jauh lebih murah dari cobek batu,” paparnya. Pada tahap pengeringan terakhir, cobek tersebut baru siap untuk masuk proses finishing, menggunakan bahan campuran air, lem kayu dan arang kayu, cobek cetak tersebut kemudian dilakukan pewarnaan. “Ini biar menarik saja, biar seperti batu asli, tapi tetep beda. Karena beratnya tidak seperti batu dan kita jual juga dengan harga yang murah,” tambahnya. Untuk satu cobek yang sudah siap jual, dihargai oleh Kadi seharga Rp15-20 ribu. Harga tersebut bisa bertambah, tergantung ukuran dan bentuk cobek yang diproduksi. Dikatakannya, di Desa Sinarancang, saat ini sudah menjadi kampung cobek, jumlah perajinnya pun sudah ratusan. Bahkan jumlahnya mengalahkan jumlah perajin cobek yang di daerah asalnya yakni di Desa Karangdawa, Setupatok. “Mayoritas di sini perajin dan penjual cobek. Jumlahnya banyak sekali, ratusan malah. Ini tentunya menggerakan ekonomi masyarakat, sehingga para pemuda tidak usah merantau keluar kota untuk mencari pekerjaan, cobek sudah mengubah wajah kampung ini,” tegas Kadi. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait