Duh, Industri Garam Kemasan di Kabupaten Cirebon Terancam Bangkrut

Kamis 11-01-2018,09:19 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Home industry garam kemasan di sejumlah wilayah di Kabupaten Cirebon  terancam gulung tikar. Mahalnya bahan baku dan menurunnya permintaan pasar, menjadi faktor utama penyebab kondisi tersebut terjadi. Beberapa home industry bahkan terpaksa mengistirahatkan karyawannya untuk menekan biaya yang timbul. Langkah lainnya yang ditempuh para pengusaha adalah dengan menurunkan jumlah produksi dan menaikan harga jual garam kemasan. Pengurangan karyawan tersebut sampai 50 persen dari jumlah total karyawan yang ada. “Kalau di tempat saya ada pengurangan karyawan, sementara karena produksinya juga dikurangi,” ujar salah satu pekerja, Kadim saat ditemui Radar, Rabu (10/1). Hal tersebut terpaksa dilakukan, karena bahan baku yang setiap hari terus naik, sehingga membuat ongkos dan biaya produksi terus membengkak. Saat ini saja, menurut Kadim, harga garam tidak kurang dari Rp2.500 perkilogram. “Angka segitu untuk ukuran home industry tentu sangat berat. Banyak usaha garam kemasan rumahan yang harus berhenti karena bahan bakunya mahal,” imbuhnya. Jika kondisi normal, di tempat kerjanya Kadim mengaku bisa mengolah hingga 1 ton garam perhari. Garam yang ia olah tersebut, selanjutnya ia jadikan garam kemasan briket dan garam dapur halus. “Kalau pas harga bahan baku normal kita perhari bisa 1 ton, ini lagi kondisi sulit paling banyak 8 kuintal. Kalau yang managemennya bagus, tentu bisa bertahan meskipun terseok-seok. Tapi yang menagamennya asal-asalan ya sudah pasti gulung tikar (bangkrut, red),” bebernya. Untuk menutup ongkos produksi, harga jual garam kemasan pun terpaksa dinaikan. Jumlahnya pun beragam dari mulai tiga ribu hingga lima ribu per bal dengan isi kemasan sekitar 10 bungkus hingga 20 bungkus. “Itu mau gak mau harus dinaikan. Risikonya ya kalau naik, permintaan pasti turun. Kita juga agak tersendat dalam distribusi,” kilahnya. Sementara itu, Sanusi, salah seorang pelaku usaha industri garam rumahan di Desa Bendungan kepada Radar mengatakan, saat ini para pelaku usaha home industry garam kemasan terkendala mahalnya harga bahan baku. Selain itu, masuknya musim hujan juga membuat ketersediaan garam di petani semakin menipis, sehingga mengancam keberlangsungan home industry yang jika ditotal bisa menyerap ratusan tenaga kerja tersebut. “Kalau normal itu harga garamnya perkilo paling mahal Rp1.500. Tapi kalau sudah Rp2.500 sampai 3.000, mending kita off dulu. Gak ketemu itung-itungannya,” ungkapnya. (dri)        

Tags :
Kategori :

Terkait