KEJAKSAN - Dua periode memimpin Kota Cirebon, sejumlah aktivis mahasiswa menilai Wali kota Subardi gagal memajukan daerah. Masa kepemimpinan Subardi, pada 2009 dan 2012, Kota Cirebon disebut sebagai kota paling korup di Indonesia, berdasarkan data Transparancy International Indonesia (TII) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Serikat Mahasiswa Untag (Semaun), Lumba Franki mengatakan, selama dua periode, Wali kota Subardi belum mampu memajukan Kota Cirebon. Permasalahan di Kota Udang menumpuk, menjadi satu catatan tersendiri bagi mahasiswa di akhir tahun 2012. “Kami merefleksikan perjalanan pemerintahan Kota Cirebon selama ini. Khususnya tahun 2012,” ujarnya kepada Radar, kemarin. Belum lama ini, KPK merilis hasil penilaian terhadap pelayanan publik dan perizinan Kota Cirebon, yang belum maksimal. “Penilaian KPK, dan TII pada 2009 lalu, harus dijadikan evaluasi wali kota berikutnya,” ucapnya. Sebab, dalam UU Pelayanan Publik sudah jelas, disebutkan pelayanan harus transparan, mudah, dan cepat. Mahasiswa menilai pelayanan publik di Kota Cirebon masih sangat buruk. Lumba menduga ada proses perizinan yang sengaja dibuat berbelit, jika tanpa uang suap. “Kami mengindikasi ada pungutan liar di setiap perizinan. Ini sangat buruk dan seolah-olah menjadi budaya yang terus dijaga,” sesalnya. Lumba mencontohkan dalam aturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), per meter dihitung dan ditentukan besaran retribusi. Izin IMB menara telekomunikasi hanya di bawah Rp5 juta. “Paling sekitar dua sampai tiga juta saja,” bebernya. Pada praktiknya, hal itu tidak berlaku. Sebab ada saja oknum yang meminta Rp80 juta sampai Rp100 juta agar diberikan IMB menara telekomunikasi. Atas dasar ini, kata Lumba, menjadi hal wajar jika KPK memberikan penilaian buruk kepada Pemkot Cirebon. Saat ini, lanjut dia, Kota Cirebon telah memiliki Perda Nomor 9 tahun 2012 tentang Menara Telekomunikasi Bersama. Perda itu memiliki jiwa dan semangat yang bagus. Khususnya dalam memberikan tahapan proses izin sesuai harapan masyarakat dan tertib administrasi. Namun, keberadaan perda itu dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Sehingga saat perda itu keluar dan disahkan, proses perizinan seolah-olah dipermainkan. “Wali kota sudah dua periode. Selama itu kami menganggap wali kota gagal,” katanya. Ketua Forum Aktivis Muda (FAM) Cirebon Raya, Ujang Kusuma Atmawijaya atau akrab disapa Popeye mengungkapkan, menjelang akhir tahun pihaknya dan aktivis lain selalu melakukan refleksi. Semua kejadian di Kota dan Kabupaten Cirebon, akan dikenang dan diulas. Kemudian aktivis akan mengajukan rekomendasi. Tujuan refleksi akhir tahun, agar pemda melakukan evaluasi menyeluruh terhadap persoalan yang ada. “Kalau tidak sesuai harapan, kami akan terus mengawasi,” tandasnya. (ysf)
Subardi Gagal Memajukan Kota
Sabtu 29-12-2012,09:11 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :