Kosan Menjamur, Hanya 34 Rumah Kos yang Bayar Pajak ke Kas Daerah

Senin 29-01-2018,07:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Pertumbuhan kos-kosan di Kota Cirebon sudah seperti cendawan di musim penghujan. Tak hanya di kawasan yang dekat kampus dan sekolah, kehadiran perkantoran dan mall menjadi peluang bagi warga setempat untuk mengomersilkan asetnya. Sebut saja seperti kawasan Jalan Pecilon, Jalan Cipto Mangunkusumo, Jalan Karangjalak, Jalan Pemuda dan Jl Perjuangan. Ratusan rumah disulap menjadi kamar-kamar satuan yang diperuntukkan untuk kamar kos itu. Nyaris semuanya terisi. Itu menandakan kebutuhan hunian yang memang sangat tinggi. Tapi, geliat bisnis sewa kamar ini belum dapat dioptimalisikan oleh Pemerintah Kota Cirebon. Baik dari sisi pendapatan asli daerah maupun aspek pengawasan ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Data yang dihimpun Radar, Badan Keuangan Daerah (BKD), rata-rata perolehan pajak daerah dari rumah kos hanya Rp60 juta per tahun. Padahal kalau mengacu ke Peraturan Daerah (Perda) 4/2012 tentang Pajak Daerah, pajak rumah kos ditetapkan dengan tarif 5 persen dari omzet per bulan. Masih dari data tersebut, tercatat hanya 34 rumah kos yang membayar pajak ke kas daerah. Kondisi ini tidak lepas dari klausul perda yang tidak mendukung penarikan pajak. Pada Pasal 1 angka 21 Undang-Undang 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) mengatur hanya rumah kos dengan lebih 10 kamar yang wajib bayar pajak. Aturan ini diperjelas dalam Perda 4/2012 tentang pajak daerah. Dari pantauan yang dilakukan wartawan koran ini, harga sewa kamar kos saat ini cenderung mengalami kenaikan signifikan. Kamar standar tanpa pendingin dengan fasilitas kamar mandi, dihargai Rp600-750 ribu/bulan. Untuk yang sudah terpasang pendingin harganya mencapai Rp1,3 juta atau lebih. Lain dengan di kawasan padat penduduk. Rata-rata harganya jauh lebih murah. Potensi bisnis kosan ini diakui para pemilik usaha. Alvin (25) salah satunya. Ia memiliki 20 kamar yang disewakannya di Jl Pecilon, perbatasan Kota dan Kabupaten Cirebon. Dengan ketentuan minimal 10 kamar untuk kena pajak, tentu saja usahanya menjadi wajib pajak. Kendati demikian, ia tak memungkiri ada persaingan yang tidak sehat. Terkadang, ada warga yang mencari kosan dengan fasilitas kebebasan. “Mengarah ke kosan ehem ehem,” ucap Alvin, Minggu (28/1). Kosan yang dibanderol harga murah kebanyakan membebaskan penghuninya tanpa aturan tinggal. Walaupun tidak semua, nyatanya banyak sekali pemilik kosan yang tidak memedulikan tindak-tanduk penghuninya. “Kalau di saya nggak boleh,” tuturnya. Hadirnya kosan yang menjual kebebasan cukup jadi tantangan pemilik kosan resmi dan berizin. Ketika dihadapkan dengan perilaku masyarakat yang cenderung mencari kebebasan, kosan yang membebaskan penghuninya itu jadi diserbu. Yang tidak kalah mengkhawatirkan, banyak bermunculan kosan yang harga sewanya perhari. \"Untuk saat ini bisnis kosan ini memang menjanjikan. Alhamdulillah juga cukup berjalan dengan baik, namun dibalik itu terdapat kompetitor. Yaitu ya kosan yang berbasis mengarah ke arah sana, paham kan?\" paparnya. Alvin mengaku konsisten dengan rules yang selama ini ia jalankan. Menurutnya, menjalankan bisnis kosan pun juga jadi amanah. Bagaimana ia menempatkan diri sebagai fasilitator seseorang dalam berhuni. \"Yang seperti itu kan krusial ya. Urusannya pertanggungjawaban sama Yang di Atas. Kalau kita membiarkan yang tidak-tidak di tempat kita, sama saja seperti kita menyediakan tempat yang salah. Jadi ya saya cari yang aman aja. Yang lurus-lurus aja,\" akunya. (myg)

Tags :
Kategori :

Terkait