Jadi Klinik Ibu dan Anak Baru Boleh
KESAMBI - Informasi soal adanya “uang cepat” untuk memuluskan proses izin prinsip di Kota Cirebon, dibantah Sekretaris Dinas PUPESDM, Bambang Sulis. Bahkan, Bambang yang disebut seorang pengusaha sebagai salah satu oknum yang meminta “uang cepat”, siap dikonfrontir dengan pengusaha tersebut.
“Saya justru ingin tahu, siapa oknum DPUPESDM yang disebut meminta uang hingga puluhan juta itu. Sudah jelas kalau aturan untuk pengajuan izin prinsip tanpa biaya,” katanya kepada Radar di ruang kerja, Jumat (25/1).
Dia menegaskan jika ada pengusaha yang merasa dimintai uang untuk pengurusan izin prinsip oleh oknum DPUPESDM, jangan ragu menyebutkan nama lengkapnya. Jika memang ada, Bambang akan memanggil oknum tersebut. Begitupula, jika tuduhan itu dialamatkan kepadanya, ia siap dikonfrontasi dengan pengusaha bersangkutan. Di mana, kapan dan berapa jumlah uang yang diberikan kepada pengusaha itu? “Jangan sampai tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar itu menjadi fitnah. Saya siap dikonfrontir dengan pengusaha tersebut,” ucapnya.
Bambang menyebutkan, selama ini dirinya tidak terlibat aktif dalam proses perizinan. Hanya saja, sebagai tim teknis di DPUPESDM, Bambang ikut membahas dan mengusulkan rekomendasi terkait perizinan yang masuk, baik di DPUPESDM maupun Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Selama ini, dia mengaku sudah lima kali menolak ajuan proses perizinan, karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) dan melanggar ketentuan aturan, seperti aturan garis sempadan.
Bambang mengaku pernah ada oknum dari internal DPUPESDM yang meminta dirinya menyetujui proses perizinan salah satu perusahaan, dengan iming-iming uang jutaan rupiah. Diceritakan, ada pula oknum dari internal DPUPESDM yang memalsukan paraf persetujuan. “Tetap saya tolak, karena aturannya tidak boleh. Saya tidak ingin bermain-main dengan aturan dan hukum,” ujarnya sambil menunjukkan ajuan izin dari salah satu hotel besar di Kota Cirebon tentang perluasan bangunan untuk membuat karaoke baru.
Selain melanggar RTRW, lanjut dia, wali kota sudah menerbitkan Perwali yang intinya melarang pendirian karaoke baru. Menanggapi rencana pendirian rumah sakit ibu dan anak (RSIA) di Jalan Perjuangan, DPUPESDM dan dirinya, menolak itu. Sebab dalam aturan RTRW, Jalan Perjuangan adalah area pendidikan. Selain itu, syarat mendirikan RS minimal memiliki lahan satu hektare atau 10 ribu meter persegi. Sedangkan rencana pembangunan RSIA milik salah seorang dokter itu, luas lahannya hanya 2.500 meter persegi. “Saya tolak, kecuali diturunkan menjadi klinik,” terangnya.
Meskipun pendirian RSIA di Jalan Perjuangan bermanfaat, namun aturan RTRW tidak boleh dilanggar. Karena itu, jika ada oknum DPUPESDM yang membantu memaksakan pengajuan izin prinsip yang ditolak, Bambang ingin mengetahui oknum tersebut. Terlebih, ada pemberitaan di media massa tentang pihak yang disebut meminta uang hingga puluhan juta untuk mempercepat pengurusan izin prinsip.
Bambang menambahkan BKPRD pernah mengumpulkan sekitar 28 pengusaha se-Kota Cirebon, untuk menyosialisasikan mekanisme izin prinsip yang tanpa biaya, sepanjang syarat dan ketentuan dipenuhi. Sebab ada aturan RTRW, bagi pihak mana pun termasuk PNS yang melanggar ketentuan dalam RTRW, diancam hukuman penjara dua tahun dan denda Rp2,5 miliar. Selain itu yang bersangkutan dipecat dari PNS. “Saya tidak mau melanggar. Hukumannya berat,” tandasnya.
TIDAK BISA DIPAKSAKAN
Sementara itu, lima bulan terakhir sejak September 2012 lalu, ada 38 pemohon izin prinsip di Kota Cirebon. Sebagian besar dikabulkan, ada pula yang ditolak karena melanggar ketentuan yang berlaku. Namun, informasi yang dihimpun Radar, ada pihak yang mengupayakan proses izin prinsip yang ditolak agar dikabulkan, setelah diimingi imbalan uang dari pengusaha.
Dalam data pemohon izin prinsip yang dipegang wartawan koran ini, salah satu yang berita acaranya tidak dikabulkan adalah pembangunan RSIA di Jalan Perjuangan. Status pembangunan RSIA tersebut masih dalam proses (pada berita acara tidak dikabulkan, menunggu surat izin prinsip wali kota). “Pembangunan RSIA itu melanggar ketentuan Perda RTRW. Itu tidak bisa kami paksakan, tapi ada saja pihak-pihak tertentu yang mengusahakan dengan berbagai cara agar izin prinsipnya dikabulkan. Tentu, ada imbalan (uang, red) untuk itu,” papar sumber Radar yang enggan dikorankan namanya.
Dikonfirmasi soal hal ini, Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Cirebon, Ir Budi Rahardjo MBA, pelit bicara. Menurutnya, sudah ada tim BKPRD di bawah koordinasi Sekretaris Daerah (sekda) yang melakukan berbagai tahapan proses perizinan tersebut. Karena itu, terkait apa pun yang berhubungan dengan proses izin prinsip, sebagai bawahan sekda yang juga Ketua BKPRD, Budi mendukung langkah dan pernyataan apa pun dari pimpinannya. \"Saya hanya komentar, apa pun yang dikatakan Pak Sekda, saya dukung penuh,\" tegasnya.
BPMPP Bantah Ada Pungli
Terpisah ditemui di ruang kerjanya, Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP), Rohedy Yoedhy Koesworo membantah bila ada pungutan liar (pungli) dalam hal perizinan. Dijelaskannya, proses perizinan yang berlangsung tidak dikenakan biaya, kecuali perizinan HO dan IMB. “Saya rasa tidak ada itu pungli, semua prosesnya gratis, kecuali memang izin HO dan IMB,” jelasnya.
Dia mengaku kalaupun ada yang memungut, itu berarti tindakan salah satu oknum. Karena, pada dasarnya dalam setiap proses perizinan tidak dikenakan biaya. “Mungkin itu oknum. Tapi yang jelas, tidak ada itu pungut-pungutan dalam mengurus izin,” pungkasnya. (ysf/kmg)