Air Dialirkan Menuju Tempat Lebih Tinggi
KESAMBI - Proyek pembuatan drainase di Jalan Terusan Pemuda yang menelan biaya hingga Rp7 miliar ternyata ngawur. Ketua LSM Sungai, Bambang mengungkapkan, bagaimana mungkin air yang masuk ke gorong-gorong di Terusan Pemuda bisa mengalir ke tempat lebih tinggi di sisi selatan (arah Jalan Perjuangan).
“Secara teori, air mengalir dari hulu yang berada di atas gunung menuju hilir ke arah laut. Begitupun kalau ada air hujan yang masuk ke saluran drainase, mana mungkin bisa mengalir ke tempat lebih tinggi. Karena itu tidak aneh air hujan kembali meluap dan membanjiri jalan, karena proyek drainase di Jalan Terusan Pemuda ngawur,” paparnya kepada Radar, Rabu (30/1).
Bambang mempertanyakan mengapa Dinas PUPESDM membuat drainase yang mengarahkan aliran air malah menuju tempat lebih tinggi. Ia menyebutkan, kenapa arah selatan bisa dikatakan lebih tinggi? Secara sederhana lihat saja bangunan-bangunan atau lokasi tanah di kawasan Jalan Perjuangan, itu lebih tinggi dari tanah dan bangunan di Jalan Terusan Pemuda. “Dinas PU belum maksimal mengurus drainase tersebut. Perbaikan drainase di akhir tahun 2011 kemarin, bertujuan memperlancar arus air saat musim hujan. Tujuan akhirnya tidak ada lagi banjir di Jalan Terusan Pemuda, tapi nyatanya banjir masih saja terjadi,” tuturnya.
Bambang juga memperhatikan kejanggalan pembuatan drainase tersebut. Pengamatannya, drainase di Jalan Terusan Pemuda lebih kecil dari ukuran ketentuan sebenarnya. Tidak hanya kecil, drainase di sana juga tidak terawat dengan baik. “Kalau ada sumur resapan, bisa mengurangi dampak volume air,” sarannya.
Ia pun mengkritisi tersumbatnya drainase oleh sampah, yang menjadi salah satu penyebab banjir di beberapa titik di Kota Cirebon. Aliran air yang seharusnya mengalir dengan deras, menjadi terhambat dan membuncah keluar. Sebab drainase banyak tertumpuk sampah.
Terpisah, Ketua Forum PKL Kota Cirebon, Dudu Badrudin mengungkapkan, terkait banjir di Jalan Terusan Pemuda, PKL di depan kampus Unswagati tidak serta merta bisa disalahkan. Sebab mereka membangun bangunan di atas drainase dan memberikan ruang yang cukup untuk air mengalir. Begitupula sampah, Dudu menyebut para PKL tidak membuang sampah ke saluran air. Pedagang menyadari jika hal itu dilakukan akan menyebabkan banjir. “Justru kalau banjir yang rugi itu PKL sendiri. Saya yakin mereka sadar kebersihan lingkungan,” terangnya.
Meski demikian, Dudu tak menampik jika keberadaan PKL tidak sesuai ketentuan. Dengan kata lain, PKL di depan kampus Unswagati memang melanggar ketertiban umum. Namun, pihaknya kembali mempertanyakan sikap pemerintah jika para PKL tidak berjualan di tempat-tempat tertentu, mau di mana lagi? Diyakininya, angka pengangguran akan semakin meningkat dan permasalahan sosial semakin bertambah. Karena itu, Forum PKL meminta ada satu regulasi yang menjamin PKL berdagang di tempat dan aturan yang melindungi. (ysf)