DLH versus PT KAI, Tebang Pohon Berujung Polemik

Selasa 24-07-2018,19:31 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON – Penebangan pohon peneduh di sepanjang Jl Nyi Mas Gandasari, Kota Cirebon, menyulut polemik. Pasalnya penebangan yang dilakukan Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, tidak dibarengi pengangkutan ranting dan dedaunan. Belakangan diketahui, penebangan pohon tersebut atas permintaan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Abdullah Syukur menyayangkan PT KAI mengajukan penebangan, tetapi tidak memikirkan aspek pengangkutan sampah yang ditimbulkan. “Rencana harus dipikirkan matang. Kalau KAI nebang pohon jangan nebang doang, pikirkan dibuang ke mana,” ujar Syukur, kepada Radar Cirebon, Senin (23/7). Dengan kondisi sekarang ini, sampah menumpuk di sepanjang ruas jalan itu. Masyarakat juga mempersoalkan karena merasa tidak nyaman. Tekanan pada akhirnya berada di DLH. Lagi-lagi, DLH ketiban masalah. “Sampahnya suruh kita yang buang. Itu yang nebang Bina Magar provinsi, tanya saja ke sana,\" tegasnya. Syukur lantas menyinggung kepedulian sosial PT KAI. Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), tentunya seharusnya memiliki dana corporate social responsibility (CSR). Termasuk aspek bina lingkungan. Seharusnya, urusan membuang sampah sisa penebangan adalah hal yang mudah dan kecil. Dikonfirmasi terkait penebangan tersebut, Manajer Humas PT KAI Derah Operasional (Daop) III Cirebon, Krisbiantoro mengakui penebangan dilakukan atas permintaan kepala Stasiun Prujakan. Alasannya, pepohonan di sepanjang ruas jalan tersebut sudah tinggi dan rimbun. Sehingga dikhawatirkan membahayakan fasilitas stasiun maupun penumpang. Ditambah belakangan ini angin bertiup cukup kencang. \"Kita sebetulnya sudah ikut membantu membersihkan sisa pemangkasan. Tapi tugas pokok, itu tugas pemkot,\" kata Kris. Bila pemkot dalam hal ini DLH punya inisiatif membersihkan, Kris menjamin, PT KAI akan berpartisipasi. Masalah CSR disoal, Kris seolah membalas. Kris balik mengungkit lokasi tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) yang berada dekat Gudang Stasiun Prujakan. Selain menimbulkan pencemaran, baunya juga mengganggu kenyamanan penumpang. Kemudian saat ada pengambilan kontainer, lalu lintas jadi terhambat karena truk perlu ruang untuk bermanuver. Atas persoalan itu, pihak KAI meminta relokasi TPSS di lingkungan stasiun. “Itu kelihatannya kumuh. Jangan sampai pendatang kapok mengunjungi Cirebon,\" tuturnya. KAI juga menagih komitmen dari pemkot, mengenai munculnya kembali pedagang kaki lima (PKL) penjual pelat nomor dan stempel di sepanjang trotoar milik PT KAI. Padahal pihak KAI telah membuat pagar yang kuat untuk mencegah PKL kembali berjualan. \"Pagar milik kita dicopot dan mereka membuka lapak lagi,” ucapnya. Soal keluhan TPSS, Syukur menanggapi. Menurutnya TPSS di lokasi tersebut adalah perencanaan tahun 1996. Dengan pertambahan penduduk dan pertambahan sampah pun meningkat, justru tidak bisa dilakukan penutupan.  \"Warga mau buang sampah ke mana? Kita malah mau nambah, bukan dikurangi,” pungkasnya. (gus)

Tags :
Kategori :

Terkait