CIREBON-Pengusaha atau pelaku industri dalam negeri yang terdampak oleh barang impor, dapat melaporkan kerugiannya. Ada instrumen Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia atau safeguards. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Perdagangan (Kemendag). Untuk melindungi usaha di dalam negeri dari lonjakan barang impor. Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (safeguards) Drs Mardjoko MBA mengatakan, cara kerja safefuards dengan melakukan penyelidikan dan apabila terbukti dalam pengadilan perdagangan di World Trade Organization (WTO). “Produk impor yang masuk bisa dikenakan tambahan bea masuk. Dengan demikan industri di dalam negeri akan terlindungi dan dapat berkembang,” ujar Mardjoko, kepada Radar, di sela Sosialisasi Tindakan Pengamanan Perdagangan Pemulihan Kerugian Industri dalam Negeri akiibat Lonjakan Jumlah Barang Impor di Hotel Santika, Kamis (22/11). KPPI sendiri sudah ada sejak tahun 2003. Sejauh ini sudah menangani sekitar 32 laporan. 10 diantaranya tidak berhasil lantaran tidak cukup bukti. Terbaru, pada tahun ini, KPPI menangani dua laporan. Yang sudah terbukti itu, soal produk keramik impor. \"Jadi ada industri kita sampai tidak bisa menjual produknya, dan omzetnya di pasar dalam negeri berkurang secara drastis. Ini diserbu produk keramik impor,\" jelasnya. Hal ini tentu saja kalau dibiarkan membuat industrsi dalam negeri keramik yang memiliki potensi besar karena bahan baku ada di dalam negeri, bisa gulung tikar. Namun pihaknya sudah membuktikan, sejak Oktober 2018 sudah terbukti produk impor keramik yang masuk dikenakan tamban bea masuk untuk tahun pertama sebesar 23 persen. \"Kita kenakan tiga tahun. Dengan diberlakukannya itu, ternyata industri keramik dalam negeri bisa terbantu. dan mulai tumbuh,\" jelasnya. Sementara permasalahan pelaku industri di Cirebon, banyak mengeluh terkait adanya gula impor. Hal ini bisa diinvestigasi. Menurut Mardjoko, KPPI bisa melakukan investigasi untuk menangani segala produk, sepanjang ada permohonan yang didukung dengan data yang valid. \"Kalau nggak ada itu, bagaimana kita melakukannya. Karena kita juga dibatasai oleh undang-undang tadi. Kalau tidak punya data, kita tidak bisa bergerak,\" jelasnya. Data yang dimaksud misalnya jumlah produksi hingga omzet dan pemasarannya. Terutama data yang valid, dan terbaru tiga tahun terakhir. Sehingga apabila hanya ada laporan tanpa ada data, bakal sulit untuk ditindaklanjuti. \"Banyak sektor produksi yang sudah kita tangani, tapi paling banyak sektor pertambangan dan manufaktur, untuk pertanian belum pernah. Sebetulnya boleh juga,\" jelasnya. Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Cirebon Sutikno SH MH mengatakan, untuk wilayah cirebon saat ini sudah menjadi daerah industri, dengan banyak berdirinya pabrik. Sehingga sangat cocok untuk mengantisipasi dampak dari barang impor. Namun demikian memang, apabila dilihat materi yang ada bagi para pengusaha praktis ini kan berat. Ada istilah istilah perdagangan internasional. \"Tapi dilihat lokal, terutama yang lagi dirasakan saat ini adalah kebijakan impor gula. Sehingga banyak petani tebu di Cirebon terpuruk. Kedua sebetulnya beras,\" jelasnya. Tentu saja dengan adanya sosialisasi ini, menjadi ilmu baru. Sehingga para pengusaha lokal bisa mengadukan permasalahan, dalam tindakan pengamanan perdagangan. Dikatakan dia, penyelidikan di sini bukan berarti tindakan hukum perdata atau pidana. Tapi hukum publik yang menyangkut perdagangan. \"Kita sepakat juga, ingin agar KPPI ini juga berinisiatif tidak hanya menunggu laporan. Apalagi persoalan gula rafinasi di Cirebon, sudah dikaetahui umum,\" bebernya. Dengan itu, Apindo berharap ada keterkaitan. KPPI bisa bergerak untuk bisa menginvestigasi apabila keberadaan gula impor berdampak terhadap para pengusaha gula lokal. (jml)
KPPI Gelar Sosialisasi, Pengusaha Gula Keluhkan Banjir Gula Rafinasi
Jumat 23-11-2018,17:00 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :