31 Peluru Tembus 4 Korban

Senin 25-03-2013,01:20 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Jejak Olah TKP Minim, Mabes Polri Siap Bantu Polda DIJ JAKARTA - Mabes Polri optimistis penyerangan Lapas Cebongan Sleman akan terungkap. Penyidikan sementara masih ditangani oleh tim dari Polda DIJ. Kabiropenmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menyatakan, pihaknya siap membantu jika dirasa perlu. “Kita percaya pasti terungkap, ini baru 2x24 jam. Kita tunggu penyidikannya dari Polda,” kata mantan kanit negosiasi Densus 88 Mabes Polri ini. Boy menjelaskan, penyidikan kriminalitas selalu berangkat dari olah tempat kejadian perkara. Termasuk, pemeriksaan bukti-bukti fisik dan pemeriksaan saksi-saksi. “Ada proyektil, ada keterangan dari korban. Itu nanti semua jadi bahan penyidikan,” katanya. Dia membantah polisi sudah mengarahkan ke kelompok tertentu. “Tidak bisa begitu. Reserse itu crime scene investigation. Ini masih berjalan prosesnya, kita tidak bisa menduga-duga,” ungkap mantan Kapolres Pasuruan, Jawa Timur itu. Dari Jogjakarta dilaporkan, hingga kemarin (24/3) polisi belum bisa mengungkap identitas pelaku penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, yang menewaskan empat tahanan pada Sabtu (23/3) dini hari. Namun, polisi menemukan 31 butir proyektil peluru di tubuh empat korban yang dieksekusi gerombolan bersenjata penyerang. Kendati begitu, tim penyidik belum bisa menggambarkan proses eksekusi yang dilakukan pasukan bertopeng terlatih tersebut. Kapolda DIJ Brigjen Pol Sabar Rahardjo menyatakan telah mengevaluasi proses penyelidikan. Tapi, perwira tinggi Polri itu enggan membeberkan hasilnya. “Tolong beri kesempatan pada kami melakukan penyelidikan ilmiah,” ucapnya kemarin (24/3). Pada bagian lain, Kapolda mengkritik kebijakan Pemkab Sleman yang masih akan mengkaji izin Hugo’s Cafe. “Nggak usah dievaluasi. Sejak awal saya sampaikan, Hugo’s kami tutup, cabut izinnya,” tegas Sabar. Kapolda mengingatkan, langkah serupa juga berlaku bagi tempat hiburan malam lainnya. Yang tak bisa memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengunjung dan lingkungan. Kapolda menepis dugaan bahwa para pelaku adalah oknum TNI yang melakukan balas dendam atas tewasnya Sertu Santosa. “Penyidikan belum mengarah ada indikasi di balik kasus itu,” katanya. Kapolda berjanji mengungkap kasus secara transparan. Dan membeberkan hasilnya setelah ada kepastian didukung alat bukti kuat. “Ini tim saya masih bekerja. Tolong dihargai dan diberi kesempatan,” kata mantan Wakapolda Jawa Tengah itu. Secara terpisah, sumber Jawa Pos (Radar Cirebon Group) menyebut penyidikan berdasar olah TKP terbentur pada kendala teknis. Yakni, minimnya saksi mata di luar lapas. “Bahkan untuk memastikan jumlah penyerangnya 17 orang pun kami belum bisa,” kata penyidik yang menolak dikutip namanya ini. Sampai saat ini, jumlah 17 orang itu baru estimasi dari keterangan sipir yang bertugas. Padahal, saat itu suasananya tegang, dan berlangsung sangat cepat. “Transportasi mereka ke Lapas juga masih kami sidik, sementara diduga dua mobil,” imbuhnya. Dia menyayangkan, cctv Lapas Cebongan masih berdasar satu hardware. Artinya, tidak ada sistem back up. Misalnya, langsung online ke Kanwil Kumham DIJ. “Juga tidak ada monitor lain di luar gerbang penjara yang bisa menunjukkan identitas mobil,” katanya. Bekas sidik jari nihil sama sekali. Diduga kuat, semua penyerang mengenakan sarung tangan. “Ini profesional dan sudah ada plan A, plan B, plan C, sangat terorganisir,” katanya. Jejak sepatu penyerang juga gelap karena setelah kejadian tidak ada sterilisasi. “Sudah tercampur banyak sekali. Ini benar-benar rumit,” katanya. Peluang lain untuk mengungkap kasus ini, lanjutnya, justru dari analisa motif dan database intelijen. “Tapi, tentu penyidik tidak bisa sembarangan memanggil orang. Harus ada bukti permulaan yang cukup,” ujarnya. Di bagian lain, peristiwa penyerangan Lapas Kelas IIB Sleman oleh sekelompok orang bersenjata juga disikapi serius oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pihak komnas HAM menyatakan bakal segera turun ke lokasi penembakan. “Kami akan secepatnya berangkat ke sana untuk memantau,” terang Ketua Komnas HAM Siti Nur Laila. Siti mengatakan, peristiwa penyerangan di LP tersebut bisa jadi preseden buruk bagi keamanan di Indonesia. Untuk kali pertama, Lapas bisa diserang oleh sekelompok orang bersenjata lengkap hingga menewaskan empat tahanan di dalamnya. Terlebih, keempat orang itu belum sehari mendekam setelah sebelumnya berada di tahanan Mapolda DIY. Ibu tiga putra itu mempertanyakan prosedur penitipan oleh pihak kepolisian ke Lapas. Meskipun Kapolda menyatakan penitipan itu sudah benar, seharusnya juga diperhatikan latar belakang kasus yang membelit para tahanan. Keempat tahanan yang tewas itu sebelumnya terbelit kasus pembunuhan mantan anggota Kopassus. Meskipun kasusnya adalah pembunuhan biasa, peristiwa pembunuhan itu akan menjadi besar. Sebab, korbannya adalah mantan anggota Kopassus Sertu Heru Santoso (tewas) dan anggota Intel Kodam Diponegoro Sertu Sriyono (luka bacok). Apalagi, Isu esprit de corps juga belum hilang sepenuhnya pascaperistiwa pembakaran Mapolres OKU, Sumatera Selatan. Menurut Siti, seharusnya aparat kepolisian sudah punya antisipasi tersendiri terhadap dampak kasus pembunuhan tersebut. “Yang tampak justru kurangnya koordinasi dan lemahnya antisipasi,” ucap dia. Saat ini, lanjut Siti, yang diperlukan adalah keseriusan pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus memalukan itu. Menurut dia, pihak lapas tidak bisa disalahkan dalam kasus tersebut. Sebab, bagaimanapun juga Lapas bukan bagian dari sistem pengamanan. Lapas hanya menjadi rumah bagi orang-orang yang divonis bersalah. Pihaknya yakin saat ini aparat kepolisian sudah memulai perburuan terhadap para pelaku. “Mayat sudah diotopsi, dan tentunya akan ketahuan jenis senjatanya dari peluru yang bersarang di tubuh mereka,” katanya. Dari situ pasti akan ketahuan jenis senjata apa yang digunakan pelaku, dan bisa diduga kelompok mana yang biasa menggunakannya. “Yang jelas, penyelidikan kasus ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan objektif,” tegasnya. Pihaknya yakin Polri memiliki intelijen yang mumpuni untuk mengusut kasus tersebut. Siti juga menyayangkan pernyataan Pangdam Diponegoro beberapa jam pascaperistiwa tersebut. Pangdam menyatakan jika tidak ada anggota TNI yang terlibat. “Proses penyelidikan masih berlangsung, tapi belum apa-apa sudah muncul bantahan,” katanya. Posisi kasus tersebut saat ini masih fifty-fifty. Bisa saja pelakunya merupakan warga sipil yang benar-benar terlatih, namun tidak menutup kemungkinan  pelakunya anggota TNI. Karena itu, dia menilai Pangdam kurang bijak dalam menyikapi situasi yang terjadi. Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah menyesalkan tindakan sejumlah oknum yang melakukan penembakan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman. Penembakan yang menyebabkan tewasnya empat tersangka pengeroyokan anggota Kopasus TNI itu harus segera diusut tuntas. “Komisi III berharap kasus ini di ungkap. Saya dengar dari beberapa pihak pelakunya adalah oknum tentara. Sehingga bisa jadi itu terkait dengan kasus pengroyokan di Hugo`s Cafe, Sleman,” ujarnya. Dimyati menyatakan, jika dugaan itu benar, tindakan main hakim sendiri patut disesalkan. Adanya peristiwa penyerangan oknum TNI di Polres Ogan Komering Ulu (OKU) yang terjadi sebelumnya, semakin menunjukkan adanya hubungan yang kian tidak harmonis antar dua korps tersebut. Sehingga, kata Dimyati, DPR berpandangan perlunya dilakukan percepatan rapat gabungan antara Komisi I dan Komisi III, bersama Panglima TNI dan Kapolri, untuk membahas harmonisasi hubungan TNI dan Polri. “Kondisi ini perlu segera dipulihkan,” ujarnya. (rdl/byu/bay/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait