Petani Tebu Cirebon Curhat di Istana Negara, Begini Jawaban Presiden Jokowi

Jumat 08-02-2019,12:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Puluhan petani tebu asal Cirebon berkesempatan bertatap muka dengan Presiden Joko Widodo. Kesempatan tersebut dimanfaatkan para petani tebu yang berasal dari penjuru nusantara untuk curhat terkait kondisi tata niaga gula dan persoalan yang dihadapi petani tebu akhir-akhir ini. Ketua DPC APTRI Kabupaten Cirebon H Mulyadi kepada Radar Cirebon mengatakan, pertemuan dengan presiden tersebut berlangsung, Rabu (6/2) lalu di Istana Negara. Dikatakan Mulyadi, banyak hal yang disampaikan oleh perwakilan petani termasuk soal impor gula yang dilakukan oleh pemerintah. “Saya kebetulan diminta tampil kedepan dan berbicara langsung dengan presiden mewakili petani tebu dari Jawa Barat. Tentu itu tidak saya sia-siakan. Saya sampaikan persoalan-persoalan yang ada di lapangan langsung kepada presiden agar bisa dicarikan solusi,” ujarnya. Menurutnya,  para petani tebu mengeluhkan impor gula atau gula rafinasi yang dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya, secara tidak langsung hal tersebut membuat gula-gula petani lokal tidak laku di pasaran. “Meskipun pemanfaatan gula impor atau rafinasi ini untuk industri makanan dan minuman tapi faktanya tetap bocor ke pasar konsumsi lokal. Ini yang kemudian membuat gula petani tidak laku karena gula impor ini dipasaran lebih muda ketimbang gula lokal,” imbuhnya. Para petani, katanya, meminta presiden melakukan evaluasi sebelum pemerintah melakukan impor harus detail dulu melihat kebutuhan dalam negeri sehingga tidak terjadi overstok yang akhirnya membuat pasar kebanjiran gula impor. “Kita minta kebijakan impor dievaluasi dan presiden berjanji akan membahas persoalan impor tersebut dengan tim kecil yang akan dibentuk dan akan segera disampaikan hasil kajiannya, namun yang perlu digaris bawahi presiden sudah merespons kegelisahan para petani tebu,” jelasnya. Selain menyampaikan persoalan impor, para petani menurut mantan Kuwu Desa Pasaleman tersebut, meminta harga jual gula petani dinaikan dari angka yang sekarang. Diterangkannya, saat ini gula petani dibeli oleh Bulog yang mendapat penugasan langsung dari pemerintah dengan harga Rp9.700. “Kalau dengan harga segitu tentu tidak ketemu karena untuk biaya pokok produksinya (BPP, red) saja sudah Rp10.500. Untuk menaikkan harga jual gula petani sendiri masih ada kemungkinan besar untuk naik karena masih ada selisih yang cukup besar sekitar Rp2.200, dimana HET saat ini untuk perkilogramnya Rp 12.500,” paparnya. BPP sendiri, menurut Mulyadi, biaya yang dikeluarkan dari mulai proses tanam sampai giling untuk memproduksi satu kilogram gula. “Biaya tersebut jika diakumulasikan sekitar Rp10.500,” tandasnya. Dikatakannya, persiden sudah setuju dengan kenaikan harga gula di petani, tapi belum memastikan waktu kenaikannya. “Presiden minta waktu satu minggu karena harus dibahas dengan tim kecil dulu, tapi presiden memastikan ada kanaikan harga,” bebernya. Untuk harga baru sendiri, menurut Mulyadi, akan diberlakukan pada saat musim giling tahun ini yang diperkirakan akan dimulai pada bulan Mei 2019. Sementara itu, petani tebu lainnya Mae Azhar menuturkan, jika pemerintah harus serius dan lebih banyak lagi menggelontorkan program-program propetani tebu untuk mewujudkan swasembada gula. Jika hal tersebut tidak dilakukan, sebut Mae, otomatis keberadaan dan keberlangsungan usaha gula yang digawangi pabrik-pabrik milik BUMN perlahan-lahan bakal terdegradasi. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait