Alun-Alun Kejaksan 100% RTH

Senin 15-04-2013,21:11 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KEJAKSAN– Pakar tata kota internasional Prof DR Hadi Susilo Arifin menyempatkan diri mengunjungi Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon, kemarin. Menurutnya, Alun-alun Kejaksan 100 persen sudah termasuk Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hanya saja, untuk lebih mempercantik salah satu ikon Kota Cirebon itu, perlu penataan lebih baik. Dikatakan Hadi Susilo, Alun-alun Kejaksan sudah dipastikan RTH. Selama ini, banyak masyarakat yang belum memahami makna taman kota dan RTH. Menurutnya, Kota Cirebon jangan memaknai taman kota menjadi satu hal yang berbeda dengan alun-alun. Karena, alun-alun adalah makna yang sama bagi taman kota. Pria yang telah melanglang buana di seluruh benua itu memaparkan, informasi yang didengar tentang akan diubahnya Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota, membuatnya harus bertindak dan turun langsung. Kota Cirebon memiliki makna baginya. Alumni SMAN 1 Cirebon itu menilai Alun-alun Kejaksan hanya perlu dipercantik untuk memberikan kesan ikon kota. Kebijakan Wali kota Ano Sutrisno yang tidak akan mengubah Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota, dianggapnya sangat tepat dan harus didukung. Ketua Arsitek Landscape (tata ruang) Indonesia itu meminta Pemkot Cirebon melakukan penataan dengan konsep RTH. Artinya, lanjut Prof Hadi, manajemen penataan Alun-alun Kejaksan harus kembali ke konsep awal alun-alun. Yakni, mengangkat kembali nilai budaya, sejarah pendidikan dan religi di tempat tersebut. Secara tata letak, alun-alun Kejaksan sudah sesuai dengan teori landscape international. Dikatakan, alun-alun di Belanda hampir mirip dengan Alun-alun Kejaksan. Dalam arti, di sekitar alun-alun ada bangunan ibadah, pendopo, dan pusat kegiatan masyarakat. “Taman kota tidak selalu dengan hiasan bunga-bunga dan air mancur. Lapanganpun termasuk taman kota,” tegasnya. Untuk Alun-alun Kejaksan, rumput harus lebih dibenahi. Salah satu solusinya, dengan mengurug tanah lama menggunakan top soil agar rumput tumbuh subur. Disamping itu, revitalisasi penguatan penghijauan dengan pohon-pohon besar, dapat sekaligus dijadikan pagar dalam istilah ilmu taman. Hadi menilai, Alun-alun Kejaksan terkesan rigid (kaku) dalam pandangan. Karena itu, dia mengusulkan agar ditanam pohon dengan daun berwarna. Seperti, pohon hangjuang, puring, dan kol banda. “Pohon yang seperti itu, kena panas semakin berwarna. Cocok dengan iklim tropis di Indonesia,” terangnya. Untuk lebih memberikan manfaat alun-alun bagi masyarakat, fasilitas jogging track yang tidak mengacaukan design, bangku taman tidak mengacaukan lapangan, bisa dipasang di Alun-alun Kejaksan. Hadi melihat penerangan di alun-alun Kejaksan belum maksimal. Padahal, itu penting untuk mengantisipasi perbuatan mesum. “Alun-alun bermanfaat untuk menangkap karbon, oksigen, dan menyerap air. Untuk itu perlu banyak pohon,” usulnya. Sementara Pendiri Forum Bela Budaya Cirebon (FBBC) Drs Suyanto mengatakan, Alun-alun Kejaksan memiliki nilai historis. 15 Agustus 1945, Dr Sudarsono langsung memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Alun-alun Kejaksan, setelah mendengar Jepang menyerah pada sekutu sehari sebelumnya. Selain itu, fungsi alun-alun Kejaksan sangat beragam, mulai dari kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan tempat bermain serta kegiatan sekolah. “Wali kota Ano mengusung jargon pro perubahan. Saya berharap alun-alun Kejaksan tidak diubah menjadi taman kota,” pintanya. (ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait