Harga Baru BBM di Bawah Rp6.000

Rabu 01-05-2013,08:50 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Organda Siap Naikkan Tarif Bus 35 Persen JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memastikan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga untuk semua segmen, baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum, akan dilakukan setelah pemerintah menyiapkan anggaran kompensasi bagi masyarakat miskin. Anggaran kompensasi bakal digodok dalam APBN Perubahan 2013 yang dibahas pemerintah bersama parlemen Mei ini. Jika pembahasan anggaran kompensasi berlangsung cepat, kenaikan harga BBM bisa segera diumumkan pada bulan yang sama. \"Pemerintah berharap bersama DPR bisa membahasnya bulan Mei ini. Saya harapkan ini dapat kita percepat,\" kata SBY saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2013 di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin (30/4). Bentuk kompensasi yang akan disiapkan, antara lain, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). BLSM diberikan dalam bentuk beras untuk masyarakat miskin (raskin), beasiswa siswa miskin (BSM), program keluarga harapan (PKH) untuk keluarga yang sangat miskin, serta bantuan-bantuan lain dari pusat maupun daerah. Besaran kompensasi akan disesuaikan dengan kenaikan harga BBM. \"Berapa besar bantuan untuk masyarakat tersebut, jawabannya tergantung. Tergantung berapa kenaikan harga BBM. Berapa besar nilai inflasinya, berapa kemampuan anggaran kita. Prinsipnya, yang tidak mampu kita bantu dan kita lindungi,\" kata SBY. Dia mengakui, ada banyak pihak yang menilai bahwa pemerintah terkesan lambat dan ragu-ragu dalam menaikkan harga BBM. Dia menekankan, opsi kenaikan harga BBM tersebut cukup pelik dan menjadi opsi terakhir. \"Kenaikan harga BBM adalah jalan terakhir bila tidak ada opsi lain, bila tidak ada dampak ekonomi, sosial, dan keamanan. Jika harus ada kenaikan harga BBM karena kompensasi dan bantuan itu harus siap. Dananya harus tersedia dan saya berharap pemerintah dan DPR bisa menetapkan APBNP 2013 ini,\" ujarnya. SBY menambahkan, kondisi APBN Indonesia saat ini masih tidak sehat karena besarnya subsidi BBM. Jika tidak segera diperbaiki, kondisi tersebut bisa makin buruk. Salah satu akibat yang mungkin timbul, defisit anggaran mencapai lebih dari 3 persen dari output ekonomi domestik. \"Dengan defisit yang besar, ketahanan ekonomi kita juga akan terganggu,\" ujarnya. Selain defisit anggaran, lanjut SBY, subsidi BBM yang terlalu besar mengakibatkan anggaran kesejahteraan rakyat terus berkurang. Selain itu, pembangunan infrastruktur makin terbatas. Selama ini, subsidi BBM juga tidak tepat sasaran. Yang menikmati adalah golongan yang mampu dan kaya. \"Kalau kita biarkan, ini tidak adil bagi rakyat kita. Sebab, sedikit yang kita gunakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan infrakstruktur Indonesia,\" tegas SBY. Dia melanjutkan, dengan kenaikan harga BBM, akan ada sejumlah manfaat yang diperoleh. Antara lain, \"Ekonomi menjadi lebih aman. Subsidi juga lebih adil dan tepat sasaran,\" lanjutnya. SBY menjamin pemerintah akan menetapkan harga BBM yang terukur. Dampak terhadap masyarakat miskin juga dipertimbangkan. Masyarakat miskin adalah segmen yang akan langsung terpukul oleh lonjakan harga barang, khususnya bahan-bahan pokok. \"Tugas kita tidak hanya menghitung BBM dinaikkan. Itu baru separo tugas kita. Kalau itu (inflasi) terjadi, mari kita pastikan saudara-saudara kita yang belum terproteksi mari kita lindungi. Bagi pemerintah, membantu dan melindungi golongan tidak mampu itu wajib hukumnya. Kompensasi itu wajib,\" tegasnya. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah kini tengah mematangkan kalkulasi kenaikan harga mulai Rp5.500 per liter, Rp6.000 per liter, dan maksimal Rp6.500 per liter. \"Tapi, perkiraan saya di bawah Rp6 ribu (per liter, red),\" ujarnya kemarin (30/4). Menurut dia, besarnya kenaikan harga akan memperhitungkan potensi penghematan yang bisa didapat untuk mengurangi beban APBN. Juga, memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM tersebut terhadap inflasi. \"Inflasi ini yang betul-betul kita jaga, terutama inflasi pangan,\" katanya. Pada 6 Mei nanti, Presiden SBY berkonsultasi dengan pimpinan DPR untuk membahas anggaran program kompensasi. Hal tersebut akan menjadi landasan pemerintah untuk mengajukan APBN Perubahan (APBNP) 2013. \"Sebagai persiapan, saat ini pemerintah juga memperbarui data penerima bantuan langsung,\" ucapnya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menambahkan, pemerintah dan DPR kini dikejar waktu untuk segera menyelesaikan APBNP 2013 secepatnya. Sebab, Mei adalah bulan yang dipercaya sebagai momentum terakhir untuk menaikkan harga BBM. \"Ini kan situasinya krisis. Jadi, Mei harus selesai APBNP-nya. Karena itu, teman-teman DPR mestinya juga mengerti, jadi harus dipercepat,\" ujarnya. Padahal, saat ini DPR masih reses dan baru kembali aktif pada 13 Mei mendatang. Artinya, pembahasan APBNP harus dikebut dalam waktu setengah bulan. Bahkan, Jero menyebutkan, besarnya beban subsidi bisa mengganggu kesehatan APBN. \"Kalau kita tidak bisa atasi ini, gaji kita tidak bisa dibayar, termasuk gaji DPR,\" tegasnya.   **TARIF ANGKUTAN   Organisasi Angkutan Darat (Organda) menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun ini. Organda memperkirakan kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter bisa membuat pengusaha menaikkan tarif bus nonekonomi antara 30-35 persen. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organda, Eka Sari Lorena menyanyangkan keputusan pemerintah yang batal membuat dua harga BBM subsidi. Kenaikan harga BBM rencananya dilakukan dalam satu harga sehingga tidak dibedakan antara kendaraan umum dan pribadi. \"Ini berarti angkutan umum juga akan terkena dampak kenaikan harga BBM subsidi. Ini bisa memicu mogok nasional,\" ujarnya di Hotel Kartika Chandra kemarin (30/4). Menurut dia, penetapan dua harga BBM bersubsidi lebih tepat yaitu dengan menaikkan harga BBM kendaraan pribadi, sementara harga untuk angkutan umum harga BBM tetap. Jika pemerintah menyamakan angkutan umum dengan kendaraan pribadi maka itu akan dibebankan ke penumpang. \"Sayangnya angkutan umum kelas ekonomi tidak bisa menaikkan tarif karena pemerintah yang menetapkan,\" katanya. Padahal tarif angkutan umum kelas ekonomi sudah tidak sesuai dengan tingkat inflasi saat ini. Tarif yang ditetapkan pemerintah tidak pernah diperbarui sejak 2009. \"Tarif angkutan ekonomi tidak pernah ada penyesuaian, padahal harga-harga listrik dan lainnya sudah naik beberapa kali. Apalagi kalau tahun ini ditambah harga BBM naik, bagaimana bisa hidup?\" ungkapnya. Oleh karena itu Eka berharap pemerintah menaikkan tarif angkutan kelas ekonomi sesuai dengan kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan ditetapkan pemerintah. Sementara untuk angkutan nonekonomi, Organda menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing pengusaha. \"Kalau naiknya Rp1.500 tarifnya bisa naik antara 30-35 persen, bisa lebih sedikit,\" katanya. Pihaknya khawatir banyak pengusaha angkutan kelas ekonomi yang gulung tikar jika pemerintah tidak menyesuaikan tarif. Pasalnya tingkat isian penumpang (load factor) angkutan umum saat ini sangat rendah, rata-rata 45 persen dari total kursi yang tersedia. \"Banyak masyarakat yang mampu beli mobil, jadi tidak lagi pakai angkutan umum untuk pergi kemana-mana,\" sebutnya. Jumlah angkutan umum saat ini mencapai sekitar tiga juta unit, yang terdiri dari angkutan kota, angkutan pedesaan, dan angkutan antarkota. Jumlah itu melayani sekitar 55 persen penduduk Indonesia di berbagai daerah. \"Buruknya pelayanan angkutan umum karena tidak banyak pengusaha yang berminat investasi di sektor ini. Akibatnya, banyak armada tua dan tidak diperbarui,\" ungkapnya. Eka menilai peluang untuk mengembalikan angkutan umum sebagai moda pilihan transportasi masyarakat tetap terbuka. Caranya dengan menerbitkan kebijakan bunga bank lebih rendah untuk investasi industri angkutan umum. Menurut Eka, saat ini bunga bank untuk investasi kendaraan umum mencapai 16-20 persen. \"Lebih tinggi dibanding bunga bank untuk kredit mobil pribadi yang sekitar lima persen,\" jelasnya.   ** Pemerintah Setuju   Para pengguna jasa angkutan umum harus siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Ini terkait dengan sikap pemerintah yang sudah memberi lampu hijau untuk kenaikan tarif angkutan. Menteri Perhubungan EE Mangindaan mengatakan, pemerintah memberi persetujuan kenaikan tarif angkutan bukan karena rencana naiknya harga BBM. Tapi, karena tarif angkutan umum sudah empat tahun tidak naik. “Selama ini kan ditahan (kenaikannya, red),” ujarnya di sela acara Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (musrenbangnas, red) di Jakarta kemarin (30/4). Menurut Mangindaan, tarif angkutan umum memang sudah seharusnya disesuaikan dengan kondisi saat ini, karena harga suku cadang atau spare parts kendaraan bermotor juga terus naik. Akibatnya, biaya yang harus ditanggung pengelola angkuta umum juga terus naik. “Jadi, tanpa BBM (naik, red) pun, (kenaikan tariff, red) ini sudah sepatutnya dilakukan,” katanya. Berapa besaran kenaikannya? Mangindaan menyebut, besaran kenaikan tarif angkutan memang masih akan menunggu kepastian berapa besar kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebab, hal itu juga akan menjadi acuan kalkulasi. “Kita harapkan tidak akan signifikan. Kami sudah ketemu (pengelola angkutan umum), kalau naik juga kecil,” ucapnya. Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, selain opsi apakah kenaikan harga BBM berlaku pada mobil pribadi atau seluruh kendaraan, tarif angkutan umum merupakan salah satu faktor yang cukup dominan dalam pembentukan inflasi. “Tarif angkutan umum memiliki kaitan inflasi dengan banyak komoditas lain,” ujarnya. Dalam kajian imbas inflasi yang sudah dibuat BI beberapa waktu lalu, kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mobil pribadi akan berdampak langsung pada inflasi sebesar 0,62 persen. Jika tarif angkutan ikut naik, maka akan ada tambahan inflasi 0,78 persen. Selain itu, ada pula dampak inflasi tidak langsung pada harga komoditas lain sebesar 0,23 persen. “Jadi, total inflasi akan mencapai 1,63 persen,” katanya. Menurut Perry, inflasi yang terjadi akibat kenaikan harga BBM subsidi diperkirakan hanya akan sementara atau jangka pendek. Meski demikian, dampaknya bisa memberatkan masyarakat berpendapatan rendah atau miskin. “Jadi, pemerintah harus menyusun program untuk meminimalisir dampaknya,” ucapnya. (ken/owi/c5/sof)

Tags :
Kategori :

Terkait