KUNINGAN – Warga Desa Linggasana Kecamatan Cilimus resah dengan berkeliarannya bank keliling berkedok Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di desa mereka. Untuk itu, dengan tegas pemerintah desa (pemdes) setempat pun langsung memberlakukan penolakan terhadap keberadaan bank keliling tersebut.
Pemasangan spanduk pernyataan penolakan terhadap segala bentuk pinjaman Bank Keliling atau rentenir, yang dilakukan warga dengan didukung pemdes setempat itu, karena warga mengganggap keberadaan rentenir sangat meresahkan.
Salah satu spanduk penolakan bank keliling terpampang tepat di depan masjid setempat. Pemdes Linggasana beralasan pemasangan spanduk penolakan terhadap bank keliling dan rentenir dilakukan karena banyak warganya yang terjerat utang, lantaran terus menerus diberi pinjaman oleh bank keliling.
Kepala Desa Linggasana Kecamatan Cilimus Hj Heni Rosdiana SH mengakui, keberadaan bank keliling maupun rentenir di lingkungan desanya itu semakin hari kian meresahkan. Bahkan, terdapat beberapa warganya yang mengalami kerugian akibat terjerat rentenir.
“Iya di Desa Linggasana ini keberadaan bank keliling atau rentenir sudah sangat meresahkan. Beberapa warga kami bahkan mengalami kerugian akibat terjerat rentenir,” kata Heni kepada Radar Kuningan, kemarin (22/3).
Setelah adanya penolakan tegas agar bank keliling tidak masuk Desa Linggasana, lanjut Heni, pihaknya berharap warganya tidak ada lagi yang terjerat dengan persoalan rentenir.
“Saya tidak mau kejadian ini (warganya terjerat rentenir, red) terulang lagi. Mudah-mudahan ini sebagai contoh bagi seluruh masyarakat Kabupaten Kuningan,” ujarnya.
Sebagai Sekretaris Apdesi Kabupaten Kuningan, Heni pun mengimbau kepada para kepala desa untuk proaktif menangani keresahan warga atas berkeliarannya bank keliling. Ia yakin di desa lain pun banyak hal yang sama seperti yang terjadi di Desa Linggasana.
“Para kepala desa harus proaktif untuk menangani kejadian yang sama seperti di Desa Linggasana ini. Saya yakin ada desa-desa lainnya di Kabupaten Kuningan yang mengalami kejadian seperti ini, yaitu terdapat warganya yang terjerat dengan bank keliling,” tuturnya.
Kendati demikian, Heni telah memberikan solusi kepada warganya yang membutuhkan bantuan pinjaman melalui simpan pinjam di Bumdes, sebagaimana program Pemdes Linggasana dalam hal pemberdayaan masyarakat melalui usaha kecil dan menengah.
“Saya berusaha mengalihkan warga dari ketergantungan terhadap bank keliling dengan pemberdayaan. Di sini sekarang ada wadah untuk simpan pinjam di Bumdes untuk memberdayakan usaha kecil masyarakat yang jauh dari riba,” ucapnya memberikan solusi.
Dari sekarang, lanjut Heni, bank keliling tidak boleh lagi melangkahkan kaki ke Desa Linggasana sesuai dengan spanduk penolakan yang sudah dipasang. Dengan begitu, maka, kata dia, tidak ada lagi kumpulan grup-grup ibu-ibu yang dibentuk pihak bank keliling yang selama ini terjadi di desanya.
“Tidak ada lagi mereka (bank keliling, red) masuk ke desa kami, itu berarti tidak ada lagi kumpulan. Kalau saya sih tidak menyalahkan masyarakat, masyarakat mah bagaikan kucing dikasih ikan gurame. Yang salah itu adalah mereka. Toh pati jiwa raga saya itu dipertaruhkan untuk masyarakat,” tegas Heni.
Sementara itu, salah seorang warga Linggasana, Kinkin Kartikasari yang merupakan mantan nasabah bank keliling, mengucapkan terima kasih atas perhatian Kades Linggasana untuk memutus mata rantai terjeratnya ibu-ibu dalam utang piutang dengan bank keliling.
“Atas nama masyarakat Linggasana, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kuwu, dalam menangani mengenai terjeratnya ibu-ibu, hutang piutang dengan bank keliling. Saya juga merasa kapok, tidak akan lagi berurusan dengan bank keliling,” tekad dia.