Inilah Gagasan Tokoh Cirebon di Tengah Pandemi Corona

Jumat 24-04-2020,09:57 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

Komunitas Tokoh Cirebon Peduli Covid-19 optimistis perekonomian global, termasuk di negeri ini, akan kembali melambung tinggi setelah berakhirnya wabah Covid-19. Semua pihak harus serius mengangani persoalan ini. Dari pusat sampai daerah.

AZIS MUHTAROM, Cirebon

TOKOH ekonom Cirebon Ir H Soenoto mengibaratkan kondisi ekonomi saat ini seperti sebuah per pegas yang sedang ditekan kebawah. “Masyarakat tidak perlu panik. Kondisi ekonomi saat ibarat per yang ditekan ketika dilepas akan kembali melambung tinggi. Mari kita sama-sama serius mengangani persoalan ini, baik pemerintah pusat maupun daerah. Masyarakat jangan paranoid. Sektor industri juga jangan dijadikan alasan untuk mengeluh,” kata Soenoto saat talk show di Gedung Kaliandra, Radar Cirebon, kemarin.

Soenoto juga kembali mengulas gagasannya, di mana ia  mengatakan pemerintah harus melakukan lockdown secara nasional selama 15 hari, mempertimbangkan masa inkubasi virus. Konsepnya ini diklaim dapat lebih menghemat anggaran dibanding harus menggelontorkan dana yang cukup besar melalui program lain.

“Ibarat air bah, kondisi saat ini tidak bisa ditangani dengan menambal di sana-sini. Perlu dibuat suatu bendungan besar yang akan menahan aliran air ini secara total. Lockdown, PSBB, atau istilah lainnya. Tidak bisa dilakukan parsial, harus total diberlakukan kalau ingin menekan penyebaran Covid-19 ini,” tuturnya.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Cirebon dr H Edial Syanif sependapat jika pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak bisa dilakukan secara parsial. Ia mengamati penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta saat ini efektif menekan pertumbuhan Covid-19. Sebelum diterapkan PSBB, pertumbuhan penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta jumlahnya signifikan.

Namun, kata Edial, kondisi ini dirasa tidak efektif ketika kebijakan PSBB di DKI berakhir atau kembali dicabut. Jika orang-orang akan kembali bebas berkeliaran di wilayah tersebut, physical distancing maupun social distancing akan kembali diabaikan. “Harus serentak nasional memutus rantai. Kalau parsial justru masih menimbulkan masalah baru di wilayah lain,” ungkapnya.

2

Ia juga mengakui jika sejauh ini fasilitas perlengkapan dan sumber daya medis di hampir seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya belum siap menganani wabah ini. Mestinya, sejak awal munculnya wabah Covid-19, setiap pasien yang masuk ke fasilitas kesehatan ditangani dengan pemeriksaan diagnosa standar yang tinggi. Para  petugas medis juga perlu mengenakan APD lengkap.

Termasuk, upaya pemerintah dalam menyediakan sarana PCR juga tidak bisa langsung otomatis bisa diterapkan untuk memastikan hasil pemeriksaan terhadap pasien. “Bukan hanya sekedar menyediakan alat PCR saja, pengetahuan dan mental sumber daya manusianya juga harus disiapkan,” tuturnya.

Praktisi kesehatan dr Asad Sp THT-KL menegaskan, prinsip yang saat ini dipegang adalah bagaimana orang tidak tertular dan tidak menularkan penyakit Covid-19. Protokol pencegahan telah dibuat oleh pakar kesehatan dunia dan WHO yang diadopsi oleh pemerintah untuk diterapkan kepada seluruh warganya.

“Bagaimana orang tidak tertular dan tidak menularkan. Semua sudah tahu langkah-langkahnya. Menjaga jarak, penggunaan APD minimal masker, penggunaan hand sanitizer, cuci tangan, pola asupan gizi dan suplemen vitamin yang cukup, istirahat cukup, pikiran yangg jernih. Tinggal menjalankannya saja,” ujarnya.

Ia merasa khawatir terhadap pola penyebaran Covid-19 ini. Karena di negeri virus ini berasal, 85 persen orang yang tertular, kondisi mereka awalnya tidak bergejala. Asad juga sepakat dengan usulan lockdown secara nasional. Selain pemerintah mesti menyediakan keperluan hidup masyarakat, juga perlu disiapkan APD standar minimalnya.

Praktisi ekonomi lainnya, H Dede Muharam Lc mengatakan beberapa waktu lalu dirinya sempat berkomunikasi langsung dengan Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Vietnam. Berbagai pengalaman bentuk penanganan Covid-19 di negara yang berbatasan langsung dengan China tersebut patut ditiru. Hingga kini jumlah yang tertular hanya 200-an orang dan zero kematian.

“Yang dilakukan di sana, menurut Konjen yang saya hubungi, adalah mengambil kebijakan lockdown ketika corona baru ada di China, karena mereka dekat dengan perbatasan. Seluruh rakyatnya yang miskin dijamin oleh pemerintah dengan cara penghormatan buat yang miskin,” ujarnya

“Misalnya pembagian sembako di sana bukan yang miskin diharuskan lari mengejer sembako, tapi dimuliakan. Dibuat sistem antre dengan tertib dan menjaga jarak, memakai tenda, dan diberikan oleh petugas tanpa bersentuhan. Di Vietnam bisa jadi percontohan,” lanjutnya.

Tags :
Kategori :

Terkait