Jerat Hukum Pembocor Hasil Tes Pasien Positif Covid-19

Selasa 02-06-2020,06:00 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Menanggapi isu ini, hukum telah memberikan sanksi tegas yang dapat dijatuhkan kepada pelaku. Alternatif penjatuhan sanksi sejatinya dapat mengacu kepada ketentuan:

1. Pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran yang mengatur setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban menyimpan dan menjaga kerahasian rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

2. Pasal 54 ayat (1) UU KIP, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); dan/atau

3. Pasal 82 ayat (2) dan ayat (4) UU Tenaga Kesehatan yang memberikan ketegasan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam menyimpan dan menjaga kerahasiaan rekam medis dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, denda administratif, dan/atau pencabutan izin.

Untuk itu, supaya hukum dapat memberikan pembelajaran bersama agar tidak terjadi kasus-kasus serupa selanjutnya, maka menjadi kewajiban aparat penegak hukum untuk membantu korban mendapatkan keadilan. Bantuan ini menjadi penting, mengingat kondisi korban yang saat ini tidak memiliki akses yang leluasa karena positif Covid-19.

Dan, jika korban atau keluarganya merasa dirugikan, maka dapat mengadukan perisitiwa ini kepada pihak yang berwenang. Terlepas nantinya akan diselesaikan melalui jalur litigasi atau non-litigasi, hal tersebut bukanlah hal yang urgent untuk didiskusikan.

Hal yang penting saat ini ialah adanya kelanjutan proses hukum diarahkan agar masyarakat mengetahui bahwa tindakan pembocoran informasi rekam medis atau rahasia kedokteran yang menyangkut pasien dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku merupakan perbuatan yang dilarang. Karena esensinya mengabaikan hak pasien untuk mendapatkan privasi atas informasi kesehatannya.

Saran dan Penutup

2

Menimbang dalam kasus ini belum jelas siapa yang pertama kali melakukan pembocoran dokumen, maka diharapkan aparat penegak hukum berhati-hati dalam menentukan siapa yang pertama kali yang melakukan pembocoran dokumen ini. Sebab, orang pertama-lah yang pada dasarnya telah membuat kegaduhan dan menyebabkan hak pasien menjadi terlanggar.

Belajar dari kasus ini, kita sebagai masyarakat yang hidup dalam Negara hukum juga dapat mengambil pelajaran bahwa sudah sepatutnya sebelum melakukan tindakan diharuskan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.

Terlebih pada saat pandemi seperti ini, kita semua menyadari bahwa kebutuhan informasi yang cepat mengenai penyebaran Covid-19 di sekitar kita merupakan hal penting dan semata-mata tujuannya untuk mawas diri. Tetapi menjadi hal yang tidak etis dan bernorma ketika usaha-usaha yang dilakukan untuk itu harus dilakukan dengan cara-cara yang mengabaikan hak orang lain. (*)

*) Penulis adalah Peneliti Kebijakan Publik LPBH NU Kabupaten Cirebon.

Tags :
Kategori :

Terkait