Kartu Pupuk

Kartu Pupuk

Hanya, umumnya petani tidak mau menyimpan sendiri kartu mereka. Mereka pilih menitipkan kartu itu di kios pupuk. Hubungan antarmanusia di desa umumnya memang saling percaya.

Bukankah kartu itu terhubung dengan rekening bank milik petani? Bukankah di kartu itu ada nomor PIN yang harus dirahasiakan?

Petani biasanya tidak pernah punya uang di rekeningnya itu. Maka, biarpun kartunya dititipkan di kios, mereka merasa tidak masalah. Toh tidak ada isinya.

Bahkan, nomor PIN-nya pun umumnya masih nomor PIN asli dari bank: 111. Jarang yang mengubahnya menjadi nomor PIN rahasia.

Toh, petugas kios umumnya kenal siapa petani di situ. Sang petani tinggal datang ke kios. Lalu, petugas mengambil kartunya. Dimasukkan mesin pembaca. Mengisikan PIN-nya: 111. Lalu, terbaca masih punya jatah pupuk berapa kuintal.

”Pak Parno masih punya jatah 7,5 kuintal,” kata petugas. ”Mau ambil berapa?”
”Mau ambil 2,5 kuintal,” jawab Parno.

Harusnya petugas kios tinggal menggesek kartu itu senilai Rp 700.000. Tapi, di kartu itu kan tidak ada uangnya. Lantas bagaimana?

Inilah cara gotong royong di desa. Sang petani membayar uang kontan Rp 700.000 ke kios. Petugas kios mentransfer uang itu ke rekening kartu taninya. Baru si kios menggesek nilai Rp 700.000 dari kartu tani yang barusan terisi.

Kartu itu pun kosong lagi. Disimpan lagi di kios. Dengan sisa jatah urea masih 5 kuintal. Bisa diambil kapan pun kalau mulai tanam lagi.

Saya sudah cek ke pemilik kios di Brebes, Jateng. Begitulah yang berlangsung di lapangan.

Inilah cara pengaturan pupuk subsidi terbaik dalam sejarah pupuk subsidi selama ini. Tidak perlu lagi pakai cara pupuk yang sampai diberi warna oranye. Tidak perlu lagi ada polisi yang harus melakukan razia gudang-gudang pupuk.

Adakah petani yang ambil pupuk subsidi untuk dijual? Dengan alasan ia tidak tanam padi tahun ini?

Itu bisa saja terjadi. Tapi tidak akan banyak. Petani akan malu ke tetangga. Sudah ambil pupuk kok tidak menanam. Tetangga akan langsung melihat kecurangan itu dengan sejelas-jelasnya. Tidak ada Bentjok di desa. Tidak ada Jiwasraya di sana.

Maka, tahun ini adalah pembuktian apakah angka subsidi pupuk yang di APBN sebesar Rp 27 triliun itu benar-benar memang segitu.

Ini juga tahun pembuktian, apakah tikus-tikus subsidi cukup pintar sehingga punya cara baru untuk menyiasatinya. (dahlan iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: