Miris Bandara Kertajati Mati Suri
MAJALENGKA- Keberadaan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Kabupaten Majalengka hingga kini mati suri. Kondisi itupun disesalkan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Daddy Rohanady. Menurutnya, penyebab mati suri BIJB ini karena dilarang beroperasi sejak pandemi Covid-19. Ironisnya, kenapa justru Pelabuhan Patimban Tahap I malah beroperasi.
\"Betapa tidak? Ada paradoks yang begitu nyata terkait perhubungan di Jawa Barat, Patimban dioperasionalkan, tetapi BIJB Kertajati justru tutup,\" kata Daddy dalam pesan rilisnya, Selasa (12/1).
Menurutnya, Patimban merupakan pelabuhan yang terletak di pantai utara Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemerintah Jabar menjadikan Patimban sebagai salah satu proyek prioritas. Pelabuhan yang dinaungi Kementerian Perhubungan ini dikategorikan sebagai pelabuhan utama. Artinya, dari pelabuhan ini dapat dilakukan ekspor.
\"Pengoperasian Patimban pasti akan mendongkrak dana bagi hasil pajak, baik untuk Subang maupun Jabar. Hal itu dikarenakan pajak ekspor akan diberikan kepada kabupaten dan provinsi tempat barang naik kapal untuk diekspor,\" katanya.
Daddy menjelaskan, luas Pelabuhan Patimban direncanakan 356,23 hektare. Pembangunannya secara keseluruhan akan menelan biaya sebesar Rp43,22 triliun. Sumbernya adalah utang dari Jepang plus APBN dan BUMN.
Semula, sambung Politisi Partai Gerindra itu, pembangunannya dibagi menjadi tiga tahap. Tahap I 2017-2019, Tahap II 2019-2026, dan Tahap II 2026-2036. Adapun kapasitasnya 7,5 juta teus dan 600.000 CBU (2036).
\"Di sisi lain kondisi berbeda terjadi dengan BIJB Kertajati. Bandara Internasional yang diseting sebagai bandara kebanggaan masyarakat Jabar tersebut justru ditutup,\" tuturnya.
Selain karena pandemi covid-19, dengan berbagai pertimbangan, Pemerintah Pusat memindahkan operasional maskapai dari dan ke Jabar ke Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung. \"Akibatnya, BIJB Kertajati seolah-olah \'mati suri\',\" imbuhnya
Menurutnya, penutupan BIJB Kertajati ini konon kabarnya hanya sementara. Lalu sampai kapan? Sangat tidak elok rasanya bandara yang secara keseluruhan menelan APBD Jabar sekitar Rp 6 triliun lebih itu dibiarkan terbengkalai. \"Ada masalah serius dengan Jabar karena Jabar memiliki aset yang sangat besar di sektor ini,\" tukasnya.
Daddy pun mempertanyakan bagaimana dengan aset yg ada, pembebasan lahan sudah 1.040 hektare dari rencana 1.800 hektare? Bagaimana kelanjutan aerocity Kertajati? Apa karena tanpa utang, Kertajati ditendang, sedangkan Patimban dibiayai utang?
\"Jangan tanyakan soal peluang atau keuntungan yang bisa diperoleh dari BIJB Kertajati. Jumlah penumpang yang akan menggunakan bandara tersebut pasti sangatlah banyak,\" tandasnya.
Sebab, jumlah penduduk jabar hampir 20 persen dari total penduduk nasional. Jadi, menurut Daddy, setiap tahun minimal ada tiga sampai empat kelompok penumpang potensial. Jumlahnya juga tidak sedikit. (sam/rls)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: