Stop Politisasi dan Nasionalisasi Vaksin Covid-19

Stop Politisasi dan Nasionalisasi Vaksin Covid-19

JAKARTA - Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) meminta, negara-negara untuk menghentikan politisasi dan nasionalisasi vaksin. Sebab, dalam kondisi sekarang ini, vaksin adalah isu kemanusiaan dan bukan isu politik.

Pernyataan itu ditegaskan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi saat menjadi salah satu panelis dalam Konferensi Tingkat Tinggi di World Economic Forum (WEF) Leadership Panel on Resetting Geopolitics.

\"Saya berharap bahwa multilateralisme vaksin dapat berhasil, sehingga kita dapat berkata bahwa multilateralisme bekerja untuk rakyat dan membuahkan hasil,\" kata Menlu Retno, Sabtu (30/1).

Acara yang dilaksanakan secara virtual tersebut merupakan rangkaian dari Davos Agenda Week yaitu forum penting tahunan World Economic Forum (WEF) yang menghadirkan berbagai tokoh penting dunia dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah dan pebisnis, untuk membahas berbagai agenda global strategis.

Selain Menlu RI, panelis lainnya yang turut berpartisipasi yaitu Menteri Reformasi Administrasi Jepang, Taro Kono; Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyungwha; Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan Al-Saud; dan ViceChairperson, Foreign Affairs Committee, 13th National People’s Congress, RRT, Fu Ying.

Dalam pertemuan tersebut, Retno mengangkat dua isu penting, yaitu peran barunya sebagai Ketua Bersama di COVAX Advance Market Commitment Engagement Group (COVAX AMC EG) dan perkembangan geopolitik di Kawasan Asia Pasifik di tengah semakin menajamnya rivalitas kekuatan besar dunia.

\"Pentingnya akses yang setara untuk vaksin. Akses vaksin yang setara bukan saja bermanfaat bagi negara berkembang dan negara maju, tapi juga akan bermanfaat bagi dunia untuk segera keluar dari pandemi. Kita akan pulih lebih kuat jika kita pulih bersama,\" tuturnya.

Retno menekankan, tiga tantangan bagi implementasi kesetaraan akses vaksin bagi semua. Pertama, kepastian ketersediaan vaksin. Ketersediaan vaksin yang mencukupi untuk COVAX facility akan sangat ditentukan kolaborasi dengan para pengembang vaksin.

\"kekhawatiran terhadap vaksin nasionalisme sebagaimana yang juga disampaikan oleh Menteri Jepang, Korea Selatan dan Arab Saudi,\" ujarnya.

Kedua, kata Retno, ketercukupan ketersediaan dana. Dukungan pendanaan negara donor, lembaga keuangan internasional dan para filantropis penting artinya. \"Ketiga, kesiapan negara berkembang untuk menerima vaksin baik dari aspek infrastruktur maupun regulatory-nya,\" imbuhnya.

Sebagai co-chair pada COVAX AMC EG pada pertemuan tanggal 27 Januari, Retno menggarisbawahi formula TCS, yaitu Transparency (transparansi proses); Certainty (kepastian perolehan vaksin) dan Solidarity (solidaritas dan kerja sama internasional) sebagai prioritas kepemimpinan di AMC-EG.

\"Saya memastikan akan berkontribusi dalam mengawal pembahasan strategi, kebijakan, dan kinerja COVAX Facility untuk memastikan tercapainya penyediaan pasokan dan distribusi vaksin Covid-19 dengan cepat dan serentak bagi negara AMC secara gratis, aman dan efektif,\" tegasnya..

Terkait perkembangan geopolitik di kawasan dan rivalitas AS-RRT, Retno menekankan tiga hal. Pertama, Indonesia mengharapkan Amerika Serikat dan Tiongkok dapat bekerja sama lebih baik lagi. kedua, ASEAN akan terus memainkan perannya dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.

\"Ketiga, ASEAN mengajak seluruh mitra, termasuk AS dan RRT untuk bekerja sama dengan ASEAN, termasuk dalam kerangka the ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. Semua pihak dihimbau untuk majukan kerjasama, bukan rivalitas,\" terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: