Kasus Dosen Aniaya Dosen: Adik Kami Korban, Jangan Ada Intimidasi

Kasus Dosen Aniaya Dosen: Adik Kami Korban, Jangan Ada Intimidasi

HERRY Nur Hendriyana menjadi korban penganiayaan. Tapi yang terjadi, dia malah diintimidasi.

Herry mengakui dekan sudah menghubungi dan memintanya untuk mencabut laporan tanpa ditanya kronologi kejadian tersebut. “Pak Dekan WA saya meminta untuk mencabut laporan. Saya bilang saya tetap ingin membicarakan dengan keluarga dulu,” ujar Herry saat konferensi pers, kemarin.

Yang mengagetkan, kata Herry, pimpinan yayasan dari kampusnya itu menyalahkan dirinya karena membawa kasus ini ke polisi.

“Saya ditelepon oleh dekan diminta untuk bertemu, namun saya tidak bisa datang. Kemudian ketua yayasan berbicara melalui HP dekan. Di situ saya dianggap melangkahi institusi karena melaporkan penganiyaan itu ke polisi,” jelasnya.

Besok harinya, Herry menghadap yayasan. Ternyata dalam pertemuan itu ada pihak yayasan, dekan, wakil dekan 2, wakil rektor 2, dan DN. Di situ Herry diminta menyelesaikan masalah tersebut dengan mencabut laporan polisi.

Herry merasa kehadirannya bukannya dimediasi, malah merasa disudutkan. Atas kondisi tersebut, ia kemudian pergi dari pertemuan itu tanpa pamit.

Apalagi dirinya diminta untuk menandatangani surat perdamaian. Yang mengejutkan, sehari berikutnya, Herry mendapatkan informasi dirinya bahwa sudah tidak boleh lagi melakukan aktivitasnya di kampus.

“Sejak awal saya minta iktikad baiknya, tapi tidak ada. Dibawa ke lembaga, malah dipaksa untuk mencabut laporan. Sekali lagi, jangan ada intervensi. Proses hukum harus dilanjutkan sampai tuntas,” tandas Herry.

Sementara Nurhendra sebagai kakak kandung mewakili keluarga besar Herry Nur Hendriyana menyampaikan keprihatinan atas apa yang dialami adik kandungnya itu.

Hendra menjelaskan, adiknya sudah membuat laporan ke Polsekta Utbar. “Tak ada iktikad baik. Karena tak ada tanggapan dari DN, akhirnya Herry melaporkan kejadian tersebut kepada pihak Polsek Utbar,” ujar Hendra kepada awak media.

Hendra mengapresiasi niat baik pihak dekan untuk melakukan upaya mediasi dalam rangka mendapatkan solusi damai. Namun yang dialami adiknya, kata Hendra, penuh tekanan psikis.

“Memaksakan kehendak secara sepihak untuk menandatangani surat perdamaian dan mencabut laporan polisi, tanpa menanyakan tentang peristiwa yang terjadi dengan Herry. Bahkan cenderung menyudutkan. Hal ini tidaklah bijak dalam menyelesaikan persoalan,” tegas Hendra.

Ia juga menyayangkan keputusan kampus yang akhirnya membekukan aktivitas Herry. “Dikeluarkan dari grup-grup WA dosen wali, dosen, PPKM, dan lainnya dengan alasan adik saya melakukan tindakan indisipliner. Katanya karena meninggalkan tempat mediasi tanpa pamit dan melaporkan kejadian penganiayaan ke pihak Polsek Utara Barat. Kami menyayangkan tindakan itu. Harusnya melindungi korban penganiayaan dan memberikan sanksi kepada pelaku,” ujarnya.

Pihak keluarga, sambung Hendra, meminta pihak kampus atau pihak dekan maupun yayasan untuk menahan diri dan tidak melibatkan diri dalam persoalan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: