Petani Merugi Harga Gabah Merosot

Petani Merugi Harga Gabah Merosot

 HARGA gabah di tingkat petani mengalami kemerosotan cukup parah. Hal itu terjadi di beberapa daerah, salah satunya yakni Tuban di Jawa Timur. Pemerintah diminta segera bertindak, agar petani tidak semakin merugi. Hal itu disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/3). Henry menyebutkan, harga Gabah Kering Giling (GKG) di wilayah Tuban, jauh lebih rendah dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Jika ini terus berlanjut, bisa dipastikan petani akan mengalami kerugian cukup parah.

“Di Tuban misalnya, harga gabah mencapai Rp3.700 per kg. Harga tersebut di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah yakni Rp4.200 per kg. Begitu juga di beberapa wilayah lainnya seperti Banyuasin, Aceh dan Nganjuk, harga di tingkat petani berada di bawah HPP,” ujar Henry.

Alih-alih memperbaiki harga gabah, pemerintah justru akan melakukan impor beras 1 juta ton. Menurut Henry, jika kebijakan impor benar-benar dilakukan, hal itu akan semakin memperburuk nasib petani.

“Pemerintah seharusnya berfokus mengatasi hal ini dahulu ketimbang buru-buru merencanakan impor,” tegasnya.

Henry menyebutkan, rencana impor beras 1 juta ton ini masih menunjukkan belum selesainya masalah sinkronisasi dan koordinasi yang berkaitan kelembagaan pengelolaan pangan di Indonesia. Maka itu, ia menyebut pembentukan satu lembaga yang mengelola urusan pangan di Indonesia menjadi sangat mendesak. Lembaga itu nantinya harus memiliki otoritas penuh dalam menyusun dan mengambil kebijakan pangan di Indonesia.

“Situasi ini kerap kali berulang. Pada satu sisi, Kementerian Pertanian mengklaim untuk beras kita surplus sampai Mei 2021. Sementara di sisi lainnya, Kementerian Perdagangan justru sudah mengambil ancang-ancang untuk impor pangan. Akhirnya tetap saja petani yang dirugikan dari hal ini,” kata dia.

Terpisah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Syailendra menyatakan, tidak mungkin pemerintah memiliki niat untuk menyengsarakan petani. Kebijakan impor tersebut, kata dia, adalah untuk kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) atau iron stock.

Pemerintah, kata Syailendra, berkepentingan untuk memastikan kebutuhan pangan 270 juta rakyat Indonesia tercukupi.

“Jadi kami malah mengutamakan minta Bulog untuk segera menyerap, mana panen-panen rakyat yang sudah jadi ya itu diserap segera. Kalau harganya dibawah (HPP) ya harus dibeli supaya tidak merugikan petani. Bulog wajib itu (membeli dari petani). Tapi kalau harganya di atas (HPP), itu tidak wajib,” ujar Syailendra kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Rabu (10/3). (fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: