AUTP Lindungi Petani dari Kerugian

AUTP Lindungi Petani dari Kerugian

CIREBON - Keberlangsungan pertanian, harus diselamatkan. Jangan sampai, bencana yang setiap tahun melanda, kembali terulang. Yakni banjir dan kekeringan. Sehingga mengurangi produktivitas petani.

Ketika terjadi banjir, sawah dan tanaman petani terendam. Mengancam pertumbuhan tanaman. Pun sebaliknya, saat terjadi kekeringan. Harus seimbang. Agar keberlangsungan para petani terjamin.

Caranya, memaksimalkan fungsi embung atau menyediakan embung. Tempatkan di sekitar lahan pertanian. Di Kabupaten Cirebon, ada beberapa daerah yang cocok dibuatkan embung. Salah satunya di Desa Kedungdalem, Kecamatan Gegesik, dan di daerah perbatasan Cirebon-Majalengka.

“Di sana, lahan pertanian masih luas. Tinggal normalisasi infrastrukturnya. Di daerah perbatasan Majalengka juga cocok. Dan ini, mestinya ada keseriusan termasuk wilayah tengah juga. Kalau saya amati air itu langsung tidak termanfaatkan,” ujar Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, R Cakra Suseno SH, kemarin.

Menurutnya, banjir tahun ini memang cukup mengkhawatirkan. Ia menyarankan, dinas terkait untuk memberikan arahan ke PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan). Mengenai pemanfaatan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).

PPL itu, sambung Cakra, harus bisa meyakinkan petani. Sebab, musibah apapun yang dapat menyebabkan kegagalan terhadap pertanian padi tidak dapat diprediksi.

“Artinya, manakala terjadi seperti ini, bisa diklaim,\" kata Politisi Partai Gerindra ini. Lagi pula, lanjut anggota DPRD dua periode itu menyampaikan, asuransinya tidak terlalu besar. Hitungannya per hektare sekitar Rp36.000.

Ada subsidi dari pemerintah. Manfaatnya bagi petani, di saat ada musibah bisa mengcover kerugian-kerugian. Selain itu, perlu adanya kesiapan. Sebagai catatan kepada dinas, Cakra juga menyoroti gejolak masalah pupuk, seperti yang belum lama terjadi.

“Nah ini juga menjadi PR, sehingga ke depan yang namanya penyusunan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) ini mestinya harus jauh-jauh hari,” tuturnya.

Pihaknya pun mengaku jauh-jauh hari sudah meminta, agar perda LP2B yang merupakan turunan dari perda RTRW segera ditetapkan. Sebab, lahan pertanian seluas 40 ribu hektare yang tertuang dalam perda RTRW masih belum diperjelas secara rinci lokasinya.

“Itu juga, mestinya sesegera mungkin, karena satu kepastian atau payung hukum terhadap para petani untuk melindungi lahan-lahan yang produktif. Jangan sampai lahan yang produktif ini dialihfungsikan,” imbuhnya.

Tetapi hal tersebut juga, ada konsekuensi bagi pemerintah daerah melalui dinas terkait. Sebab, lahan yang nanti akan diperdakan sebagai turunan perda RTRW tersebut harus mendapatkan kompensasi.

“Ya berkaitan dengan fasilitas, terkait dengan kemudahan dan sebagainya. Termasuk, syukur-syukur bebas pajak. Artinya ada kompensasi seperti itu, dan itu salah satunya,” tandasnya

Hal tersebut, merupakan usulanya secara pribadi kepada Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. Namun, sampai saat ini  pihaknya masih belum membahas secara detail. “Karena Cirebon sendiri sebagai lumbung beras untuk wilayah stok Jawa Barat. Artinya, untuk lahan-lahan produktif harus kita jaga, karena untuk kelanjutan, dan untuk anak cucu kita,” pungkasnya. (sam) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: