Satgas Sampah Rupiah

Satgas Sampah Rupiah

Yanto S Utomo, CEO Radar Cirebon Group

JIKA diperbolehkan, saya sangat setuju kalau ada dinas yang pekerjaannya hanya mengurusi sampah. Tak perlu ada tambahan pekerjaan lain. Misalnya lingkungan hidup atau kebersihan. Dinas itu hari ke hari urusannya hanya sampah. Itu saja.

Nama dinasnya pun kalau bisa operasional ke urusan sampah. Misal Dinas Urusan Sampah atau Dinas Persampahan. Tapi itu tidak mudah. Bisa jadi juga tidak mungkin. Mengubah nama dinas itu ada aturan mainnya. Tidak boleh sembarangan. Ini menyangkut banyak hal dan banyak pihak.

Mengapa harus ada dinas urusan sampah? Semua juga tahu, sampah sudah menjadi persoalan utama yang butuh penanganan serius. Hampir semua daerah di Tanah Air sudah disibukkan persoalan itu.

Dari kota-kota besar hingga desa-desa terpencil pun tak terlepas dari persoalan sampah. Maka dibutuhkan lembaga yang serius, operasional dan fokus terhadap masalah yang satu ini.

Tapi oke-lah kalau memang tidak bisa mengubah nama dinasnya. Apalah arti sebuah nama. Yang penting ada lembaga yang mau serius betul mengurusi sampah. Saya setuju, seriusnya pun tidak boleh kalah dengan lembaga pemberantasan narkoba atau korupsi.

Harus serius sekali. Tak boleh setengah hati. Karena masalah sampah, juga sama seseriusnya dengan persoalan narkoba atau korupsi. Kalau kegiatan anti-narkoba dan anti-korupsi ada satgasnya, sampah pun bila perlu dibuat satgasnya.

Perlu dicatat, kadang keberhasilan kepala daerah hanya dinilai dari kehebatannya mengatasi sampah. Prestasi di bidang lain bisa tenggelam jika gagal mengurusi sampah.

Di mata mayarakat awam begitu juga. Baik-buruknya sebuah wilayah, juga ditentukan oleh bagaimana cara mengelola sampah. Sebab, sampahlah yang kasat dilihat mata dan tajam menusuk hidung.

Sampah juga menjadi parameter yang lainnya. Walau kota itu banyak mal, tamannya indah-indah, tapi kalau pengelolaan sampahnya jelek, tetap dicap jorok. Bisnis kuliner tak mungkin akan maju jika sampah berserakan di mana-mana. Warga dan tak mungkin nyaman jika bau busuk sampah masih menusuk hidung. Intinya sampah adalah persoalan serius dan harus dikelola serius pula.

Walau sudah ada dinas atau lembaga yang serus mengurusi sampah, apakah ada jaminan berhasil? Masih belum. Partisipasi masyarakatlah yang akan menentukan keberhasilan pengelolaan sampah tersebut. Karena semua orang itu produsen sampah, cara mengatasinya pun harus mengajak kesadaran pembuatnya.

Bagaimana cara menyadarkannya? Masih banyak cara. Tapi harus diawali dengan optimisme. Sampah memang masalah, tapi jangan dianggap selalu masalah. Jadikanlah sampah itu peluang. Rangsanglah masyarakat bisa mendapat rupiah hanya dari sampah. Tentu ada cara dan mekanismenya. Tapi ini teknis. Yang penting rangsangannya dulu: “Untung dari Sampah”.

Untungnya juga harus jelas: rupiah. Masyarakat akan tertarik. Jangan pula menganggap mengelola sampah sebagai kerja sosial. Nanti partisipasi masyarakat akan tidak maksimal. Langkah ini belum cukup. Masih harus bekerja keras. Memetakan sampah apa saja yang bisa segera memberi untung. Jangan yang sulit-sulit dulu. Kalau sudah menikmati untung, perlahan-lahan naik kelas.

Mengelola sampah bernilai tinggi, untung besar tapi harus bersabar. Khusus sampah yang bernilai tinggi, masyarakat awam mendapatkan bantuan dari ahlinya. Setelah tahu untungnya, pengelolaan sampah memang harus dilembagakan. Harus ada penaggung jawab. Ada yang mengurusi. Ini dalam rangka kerberlangsungan dan memudahkan pengelolaannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: