Perajin Tempe Mogok Produksi

Perajin  Tempe  Mogok  Produksi

*Merugi karena Tingginya Harga Kedelai Impor     CIREBON - Masyarakat Kota Cirebon harus rela tidak makan tempe dalam beberapa hari ke depan. Pasalnya, ratusan perajin melakukan aksi mogok produksi sebagai bentuk protes melonjaknya harga kedelai pasca Idulfitri. Selain perajin, aksi mogok juga akan dilakukan para pedagang tempe se-Kota Cirebon. Koordinator perajin tempe Kota Cirebon, Muhamad Bejo (50) mengatakan, aksi tidak memproduksi tempe sudah dimulai sejak Sabtu kemarin. Hal ini akan dilakukan selama tiga hari sesuai instruksi dari asosiasi perajin tempe pusat. Pria yang akrab disapa Bejo itu menyampaikan, indikasi kelangkaan tempe di pasaran sudah diprediksi dan menjadi bagian dari resiko aksi boikot produksi. Disebutkan, saat ini harga kacang kedelai sudah menginjak angka Rp10 ribu/kg. Padahal, harga normal sebelum Idulfitri 2013, hanya di angka Rp7 ribu. Artinya, kenaikan Rp3 ribu terjadi hanya dalam waktu kurang dari dua minggu saja. Menurut Bejo, kenaikan harga kedelai merangkak naik seiring melorotnya harga tukar rupiah terhadap dollar Amerika. “Rupiah anjlok, kedelai langsung naik tidak terkendali,” tukasnya kepada Radar di rumah produksinya, Jalan Pilang Raya RT 02 RW 10 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan. Harga kacang kedelai sangat tergantung dengan kurs Dollar Amerika. Sebab, kacang kedelai yang menjadi bahan utama pembuatan tahu dan tempe, diimpor dari Amerika Serikat. Kualitas kedelai lokal, lanjutnya, sangat jauh dari kedelai impor. Selain itu, meskipun kacang kedelai lokal ada di pasaran, tetapi tidak cukup untuk menutupi kebutuhan produksi tempe di Indonesia, khususnya Kota Cirebon. Selain kualitas kedelai lokal tidak sebaik kedelai impor, ukuran kedelai lokal kecil dan hampir dipastikan tidak ada yang menjualnya di wilayah III Cirebon. “Adanya di Jawa Timur. Itupun sulit dibuat tempe. Sudah gitu, harga kedelai lokal justru lebih mahal dibanding impor. Bedanya mencapai seribu,” paparnya. Demi menjaga solidaritas dan menarik perhatian pemerintah, sambungnya, perajin tempe seluruh Indonesia melakukan aksi yang sama, tidak produksi selama tiga hari. Senada disampaikan perajin tempe lainnya, Slamet. Dia mengaku mogok melakukan produksi karena tingginya harga kedelai. Selama ini, lanjutnya, para produsen tempe menyiasati kenaikan BBM dengan memperkecil ukuran tempe. Selain itu, dengan mengurangi kadar kedelai. Namun, seiring dengan naiknya harga kedelai impor, para perajin sulit untuk menyiasatinya lagi. “Kemarin-kemarin kami masih bisa menyiasatinya, tapi sekarang mentok. Sudah harga BBM membuat harga-harga lainnya melonjak, ditambah lagi dengan kenaikan tidak kira-kira kedelai impor. Tentu ini sangat merugikan perajin. Makanya, kami boikot dalam beberapa hari ini agar didengar oleh pemerintah,” tegas pria yang sejak tahun 1984 menjadi perajin tempe ini. Dia juga mengatakan, sesuai imbauan, rencananya Senin (9/9) hari ini, para perajin tempe akan menggelar aksi keprihatinan di balaikota dan DPRD untuk pemerintah memberikan solusi atas tingginya harga kedelai. Begitu juga yang dialami perajin lainnya, Hadirin (42). Menurutnya, tidak hanya berhenti berproduksi selama tiga hari, namun seluruh perajin tempe di Kota Cirebon khususnya, tidak akan berjualan tempe mulai Senin-Rabu (9-11/9). “Silakan cari tempe di pasar Kota Cirebon. Hampir tidak mungkin ditemukan pada tiga hari itu,” terangnya. Dari pusat sampai daerah, hal yang sama akan dilakukan. Tujuannya, agar pemerintah memperhatikan dan memberikan subsidi kacang kedelai. Menurut Hadirin, pemerintah selalu mengingkari janji. Beberapa waktu lalu, saat harga kedelai masih di angka Rp8 ribu, pemerintah menjanjikan harga di sekitar Rp6 ribu. Namun kenyatannya, hal itu tidak terrealisasi. Bahkan, kenaikan semakin menjadi-jadi tidak terkendali. “Sampai sekarang, harga kacang kedelai semakin naik saja,” ucapnya kesal. Aksi mogok produksi dan berjualan, agar pembeli mengetahui bahwa harga bahan dasar produksi tempe memang mahal. Karena itu, tidak mengherankan harga jual tempe menjadi naik. Hadirin juga mengakui, kerugian atas aksi mogok produksi dan berjualan selama tiga hari tersebut. Setidaknya, para perajin tempe harus menanggung kerugian Rp350 ribu setiap hari. Saat waktu normal, harga tempe dipatok di kisaran angka Rp4 ribu. Saat ini, harga jual tempe bisa mencapai Rp7 ribu sampai Rp8 ribu. Selain melakukan aksi mogok, lebih dari dua ratus perajin tempe yang ada di Kota Cirebon akan mengadukan nasib kepada DPRD Kota Cirebon. “Kami ingin pemerintah memperhatikan nasib perajin tempe,” ucapnya. PEDAGANG JUGA BOIKOT Terpisah, Ema, salah seorang pedagang tempe di Pasar Kanoman Kota Cirebon mengatakan, pedagang tempe di pasar tradisional Kota Cirebon akan mogok berjualan selama tiga hari mulai Senin (9/9) hingga Rabu (11/9) mendatang. Aksi mogok dilakukan menyusul kenaikan harga kedelai saat ini. Menurutnya, penjualan tempe mengalami penurunan cukup drastis sejak harga kedelai naik. \"Penurunan pembeli karena harga tempe naik, yang awalnya Rp3.500, sekarang (kemarin, red) sudah Rp4 ribu,\" ujarnya. Pantauan Radar, para pembeli tempe yang datang ke Pasar Kanoman mulai kebingungan mencari pedagang tempe pada Minggu (8/9). Pedagang tempe yang biasanya banyak dijumpai di Pasar Kanoman justru hampir sebagian besar tidak berjualan. \"Karena kita pedagang sulit mendapatkan untung sejak harga kedelai naik. Yang awalnya kedelai satu kilo Rp6 ribu jadi Rp12 ribu,\" tambah Ema. Mengenai aksi mogok yang dilakukan pedagang tempe, Ema mengaku bahwa aksi yang akan dilakukan sebagai tuntutan agar harga kedelai turun. \"Iya denger-denger sih mau pada demo besok (hari ini, red). Ya nggak apa-apa demo, supaya harga kedelai normal lagi,\" katanya. Sementara, Siti, pedagang lainnya mengaku sejak harga kedelai naik, dirinya susah mendapatkan tempe atau tahu untuk kembali dijual. \"Masih ada pembeli yang nyari tempe sih, tapi tempe sudah mulai habis hari ini (kemarin, red). Udah nggak ada stok. Ini aja yang masih dagang udah pada pulang,\" katanya. Siti juga mengaku dirinya akan mogok jualan bersama pedagang tempe lain mulai hari ini. \"Dapat surat edaran, katanya Senin pedagang mau mogok jualan dan demo ke balaikota,\" akunya. Sementara itu, anggota DPRD Kota Cirebon Lili Eliyah mengatakan, perlu adanya penelusuran terkait harga kedelai yang terus naik. \"Harus ditelusuri penyebabnya kenapa harga kedelai naik? Apakah karena lingkungan, petaninya gagal panen, atau bahkan terjadi penimbunan,\" ujarnya. Lily juga mengimbau kepada Disperindag Kota Cirebon agar terus memantau harga pasar setiap hari. \"Disperindag juga harus memantau dan terus melakukan operasi pasar,\" pungkasnya. (ysf/mik)     FOTO: YUSUF SUEBUDIN/RADAR CIREBON TUTUP. Muhamad Bejo dan Hadirin (bertopi), membersihkan papan pembuatan tempe yang tidak terpakai. Mereka melakukan aksi mogok produksi dan tidak berjualan sejak Sabtu-Rabu (7-11/9).      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: