Masih Buntu, Penyelesaian 12 Pelanggaran HAM Berat
POLRI kembali menduduki posisi teratas sebagai lembaga yang paling banyak diadukan masyarakat. Itu berdasar laporan tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 2020.
Kondisinya serupa dengan laporan 2018 dan 2019.
Sepanjang 2020, masyarakat melaporkan 2.841 kasus kepada Komnas HAM. Dari angka tersebut, sebagian besar menyeret aparat kepolisian. ”Yang paling banyak diadukan adalah kepolisian, sebanyak 758 kasus,” ungkap Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kemarin (12/8).
Sisanya, 455 kasus, terkait dengan korporasi. Kemudian, 276 kasus berhubungan dengan pemerintah daerah dan ada 1.352 kasus aduan lainnya.
Damanik mengatakan, masyarakat paling banyak melaporkan persoalan hak atas kesejahteraan mereka. Laporan terkait itu tercatat mencapai 1.025 kasus. Laporan pelanggaran hak atas keadilan sebanyak 887 kasus dan hak atas rasa aman 179 kasus.
Di antara kasus yang menyeret aparat kepolisian, peristiwa Karawang paling menjadi sorotan. Laporan atas peristiwa tersebut ditindaklanjuti Komnas HAM dengan membentuk tim khusus. Mereka kemudian memantau, menyelidiki, dan mengeluarkan sejumlah rekomendasi. ”Kasus yang paling menonjol adalah pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Papua dan kematian enam laskar FPI di wilayah Karawang pada Desember 2020,” jelas Damanik.
Dalam laporan tahunan tersebut, Komnas HAM tidak menampik sejumlah pekerjaan rumah yang belum tuntas. Yakni, tindak lanjut atas penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu. ”Komnas HAM RI terus mendorong dan berkoordinasi dengan jaksa agung untuk menindaklanjuti 12 berkas peristiwa yang telah selesai diselidiki Komnas HAM,” bebernya.
Komunikasi terus mereka bangun supaya bolak-balik berkas antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak terus berlanjut. Damanik menyatakan, pihaknya sudah mengusulkan format terbaik agar kasus-kasus itu segera tuntas. ”Koordinasi secara intensif terus dilakukan bersama Menko Polhukam dan jajarannya,” ungkap dia.
Berdasar catatan Jawa Pos, kasus pelanggaran HAM tersebut, antara lain, penembakan misterius 1982–1985, peristiwa Talangsari, peristiwa Semanggi I dan II, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997–1998, serta kerusuhan Mei 1998.
Sementara itu, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah mendukung langkah-langkah Komnas HAM sesuai dengan UU. Dia memastikan tidak akan ada intervensi dalam bentuk apa pun terhadap kerja-kerja Komnas HAM. ”Pemerintah ingin menegaskan bahwa silakan Komnas HAM bekerja dengan sebaik-baiknya sebagai lembaga independen,” ujarnya.
Mahfud mengatakan, temuan Komnas HAM dalam kasus apa pun harus ditindaklanjuti. ”Rekomendasi Komnas HAM atau temuan Komnas HAM tentang hasil kerjanya itu ditindaklanjuti sesuai prosedur yang tersedia,” katanya.
Di bagian lain, Polri belum merespons upaya konfirmasi perihal laporan tahunan Komnas HAM tersebut. Kadivhumas Polri Irjen Argo Yuwono belum menjawab melalui sambungan telepon maupun pesan singkat.
Sementara itu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menjelaskan, kepolisian merupakan ujung tombak penegakan hukum. Lembaga itu paling sering berhadapan langsung dengan masyarakat yang melanggar hukum. ”Jadi wajar bila paling banyak dilaporkan,” ujarnya.
Pertanyaannya, penegakan hukum itu sudah dilakukan melalui mekanisme hukum yang benar atau tidak. Menurut Bambang, itu harus dipilah secara kualitas bagaimana laporan kepada Komnas HAM tersebut. (jp)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: