Tak Tahu Ada Status Tersangka

Tak Tahu Ada Status Tersangka

**BK-Diklat Tidak Terima Laporan dari DPUPESDM   KEJAKSAN- Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BK-Diklat) Kota Cirebon angkat bicara soal pejabat berstatus tersangka korupsi tapi diikutsertakan dalam mutasi. Kepala BK-Diklat Drs Ferdinan Wiyoto mengaku, status tersangka pejabat berinisial AS atas dugaan korupsi Bronjong Gate tak pernah dilaporkan ke pihaknya. Dia mengaku, hanya mengetahui hal itu (status AS) dari pemberitaan media. “Sampai sekarang kami tak pernah mendapatkan laporan itu dari pihak DPUPESDM,” kata Ferdinan. Dia juga mengaku masih menunggu laporan dari OPD terkait. Kalau nanti proses hukum menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun bagi AS, kata Ferdinan, maka yang bersangkutan (AS) bisa saja diberhentikan. “Eselon diturunkan itu memang tergantung ancaman pidananya. Kalau nanti lebih dari 4 tahun bisa diberhentikan,” tandasnya. Seperti diketahui, DPUPESDM adalah tempat AS bekerja sebelumnya. Saat ditetapkan oleh Polres Ciko sebagai tersangka Bronjong Gate, AS sempat ditahan. AS dan tersangka lainnya yang juga berstatus PNS, kemudian mengajukan penangguhan penahanan. Permohonan penangguhan penahanan itu dikabulkan dengan alasan AS dibutuhkan di DPUPESDM guna melanjutkan proyek- proyek di dinas tersebut. Salah satu pendukung Ano-Azis, Hartoyo, mengkritik sikap wali kota yang terkesan asal-asalan menggelar mutasi. Hal ini dibuktikan dengan menempatkan orang-orang yang bukan pada tempatnya, termasuk pejabat eselon III yang tersandung perkara korupsi, bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kalau AS sudah dimutasi, kata Hartoyo, berarti aparat kepolisian (penyidik Polres Ciko) punya alasan kuat untuk melakukan upaya penahanan kembali sebagai tersangka Bronjong gate. “Kan dia sekarang sudah tidak ada kaitannya dengan bidangnya di DPUPESDM. Jadi tenaganya sudah tak dibutuhkan, dan mesti ditahan,” tegasnya. Secara terpisah, Politisi Partai Golkar Lili Eliyah SH MM yang selama ini memilih bungkam, ikut angkat bicara. Menurut Lili, wali kota harusnya melantik sekda terlebih dahulu. Alasannya, sekda merupakan ketua baperjakat  yang membidangi karir birokrat. “Yang terjadi justru mutasi untuk yang lain,” kritiknya. Politisi Partai Demokrat, N Djoko Poerwanto juga tidak kalah kecewa. Berlarut-larutnya mutasi, kata Djoko, mengindikasikan wali kota mencoba memainkan politik tawar menawar kepada para birokrat. Indikasinya, sambung Djoko, posisi sekda yang seharusnya diisi, justru tidak dilakukan. “Kalau seperti ini, memang sinyal kuat Wahyo akan dipilih wali kota sebagai sekda,” ujar Djoko. (abd)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: