PDIP Jajuli

PDIP Jajuli

Itulah sebabnya Jazuli kurang sepaham dengan ulama muda NU yang lagi ngetop sekarang: Gus Baha’. Yang dari Rembang itu. Yang ia anggap terlalu berorientasi ke hukum agama masa lalu.

Belakangan Jazuli sebenarnya ingin memperbaiki hubungannya dengan Gus Baha’. Terutama menjelang muktamar NU di Lampung bulan depan.
“Sudah bisa bertemu?” tanya saya.

“Saya sudah ke Jawa Tengah. Sudah ke Rembang. Tapi belum bisa bertemu,” katanya.

Menghadapi muktamar NU itu Jazuli memang ingin mengegolkan ide ini: agar muktamar menarik kembali putusan kembali ke khittah itu. “Relevansinya sudah berubah. Sesuai di zaman Orde Baru. Tidak sesuai lagi sekarang,” katanya.

Dengan pencabutan itu semua warga NU bisa diarahkan memilih PKB. “Kata orang, warga NU itu 60 juta. Kok partainya orang NU hanya dapat sembilan persen?” katanya. “Padahal kalau PKB dapat suara 20 persen NU bisa mengatur negara ini,” tambahnya.

Bukan berarti Jazuli terjun ke politik. Ia tidak mau jadi apa pun di NU maupun di PKB.

Ia sudah pernah terjun ke politik: Jazuli inilah yang mendirikan cabang PDI-Perjuangan di Kairo, Mesir. Ia pula yang menjadi ketuanya.

“Berarti punya kartu anggota PDI-Perjuangan?” tanya saya.

“Punya. Waktu itu. Sudah lama mati,” katanya.

Sepulang dari Mesir, Jazuli jadi pengusaha. Di Jakarta. Sukses. Lalu dipanggil pulang ayahandanya. Mulailah ia bangun Bina Insan Mulia. Sepenuh hati. Tidak toleh sana-sini. Konsentrasi di pendidikan. Sampai menghasilkan mutu pendidikan yang tinggi: sudah terlihat hasilnya kini.

Sikap modernnya itu juga ia wujudkan di rumah tangga. Ia kiai yang istrinya tetap satu. Dengan enam orang anak.

Sebenarnya bukan wanita ini calon istri yang asli. Awalnya ia sudah akan kawin dengan putri kiai Gontor Ponorogo. Batal. Di Pondok Modern Gontor, siapa pun, tidak boleh masuk politik. Partai apa pun. Jazuli PDI-Perjuangan.

Sistem pendidikan di NU akan berubah total –kalau model Jazuli ini bisa menular cepat.

Sehari setelah dari sana saya dapat kiriman video. Rupanya salah satu santri yang membuatnya. Lalu mengunggahnya di banyak channel.

Saya lihat video itu. Bagus sekali –dari kacamata ilmu media. Editingnya sempurna. Santri di sana sudah bisa bikin itu. Ternyata memang ada pendidikan media, TV, video di pesantren itu. (dahlan iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: