Dian Ciputra

Dian Ciputra

Semua itu menjadi modal utamanyi untuk bekerja —di samping wajah kebelanda-belandaannyi. Apalagi, dia memang mampu mengerjakan pembukuan keuangan di situ.

Ciputra sendiri bekerja paruh waktu —di sela-sela kuliahnya. Yang penting pengantin baru itu bisa hidup dan Ciputra bisa mencapai cita-citanya menjadi arsitek.

Sebenarnya saya selalu ingin bertanya kepada Dian —apanya yang menarik dari Ciputra-muda. Tapi, setiap kali saya ke rumah Pak Ciputra, selalu saja Dian hanya sebentar ikut menyapa, lalu menghilang ke belakang.

Saya selalu mencuri pandang wajahnyi. Pun biar hanya sesapuan, saya harus bilang: Dian cantiiiiiiik sekali. Pun sampai ketika Dian sudah punya cucu.

Saya tidak pernah bisa ngobrol panjang dengan Dian. Dia memang tipe wanita yang tidak mau ikut urusan suami.

Bahwa Dian kemudian dikenal sebagai istri konglomerat, itu kan belakangan. Bahwa dia duduk juga di komisaris banyak perusahaan, itu juga ketika sang suami sudah tiada.

Dian tidak mengincar itu. Dia siap menderita ketika memilih Ciputra —instead of anak orang yang terkaya dulu itu.

Padahal, seperti diakui anak-anaknya, Ciputra itu orangnya keras. Kalau punya kemauan, ngototnya bukan main. Harus tercapai. Harus cepat. Kalau ada yang bikin lambat, ia marah-marah.

”Kalau lihat papa marah, biasanya mama bilang: biarkan saja, nanti kan reda sendiri,” ujar Junita Ciputra, satu di antara empat bersaudara anak Ciputra: Cakra Ciputra, Rina Ciputra, Candra Ciputra, dan Junita Ciputra.

Junita melihat mamanyi orang yang sangat sabar. Tidak punya banyak kemauan. Easy going. Hanya satu yang diinginkan Dian. Pun ketika sudah tua: harus tetap tampil cantik.

”Ke dokter saja harus pakai perhiasan, harus ke salon, dan harus berdandan,” ujar Junita yang kawin dengan Harun Hajadi.

”Dalam hal penampilan, mama itu Manado sekali,” ujar Junita.

Dengan tinggi badan 167 cm, Dian terasa tinggi di tengah teman-temannyi. Tinggi, cantik. Sampai-sampai banyak yang berasumsi Dian itu punya darah Belanda. Keturunan campuran Belanda. Dan itu biasa di Manado.

Rasa penasaran itu membuat anak-anaknyi mengambil keputusan: tes DNA. Dilakukan di Amerika Serikat. Seperti juga yang pernah saya lakukan bersama John Mohn —ayah angkat anak saya.

Hasil tes Dian itu mengejutkan keluarga: darah Tionghoa Dian ternyata hanya 30 persen. Jauh dari bayangan awalnya yang setidaknya 70 persen. Bahkan, tidak ada darah Belanda sama sekali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: