Sekretariat Tak Mau Dikambinghitamkan
CIREBON – Meski bertubi-tubi didera masalah soal pilkada, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon Drs Iding Wahidin MPd tetap pasif untuk menjelaskan kepada publik. Dosen IAIN Syekh Nurjati itu justru enggan dikonfirmasi wartawan seputar persoalan yang muncul. Belum lagi untuk mengklarifikasi aksi buka-bukaan Kasubag Umum KPU Cucu Sumiyati SIP yang membuka borok Iding Wahidin cs. Seperti diberitakan Radar kemarin, Cucu mengaku gerah karena komisioner KPU selalu melempar tanggung jawab dan menyalahkan sekretariat. Padahal, sekretariat hanya sebatas fasilitator, semua arah kebijakan tetap berada di komisioner. Komisioner juga, kata Cucu, seolah menyepelekan pekerjaan sekretariat. Contohnya urusan anggaran, komisioner membuat kebijakan dengan kegiatan yang dimungkinkan menggunakan besar. Tapi mereka justru tidak memikirkan bagaimana laporan pertanggungjawaban (LPj) nanti. Intinya, segala kegiatan pilbup harus melalui komisioner. “Sudahlah, jangan jauh-jauh Radar Cirebon TV sendiri yang menyelenggarakan debat kandidat hanya dapat Rp30 juta, padahal anggaran debat itu Rp120 juta. Komisioner enak saja deal Rp30 juta, tapi di dalam LPj tetap harus Rp120 juta, gimana coba? Ini kan dilimpahkan lagi ke sekretariat. Komisioner sih enak saja, kita di sini yang repot. Kan harus sesuai dengan rincian anggaran sebelumnya,” bebernya (Radar Cirebon edisi Selasa 29 Oktober 2013). Sementara itu, pantauan Radar kemarin, sekitar pukul 11.00 anggota komisioner menggelar rapat internal hingga pukul 14.00 siang. Selama tiga jam lamanya, sejumlah awak media menunggu hingga rapat selesai untuk mendapatkan statemen Ketua KPU Iding Wahidin dan Ketua Komisioner Devisi Logistik H Munajim, terkait penyewaan gudang sortir surat suara yang kembali dipersoalkan pemilik gudang Sahril Sidik. Selama tiga jam tersebut, akhirnya rapat terlihat selesai saat anggota komisioner H Munajim telah memesan makan bakso untuk peserta di ruang rapat. Setelah menyantap makanan, dan santai akhirnya wartawan pun mencoba masuk dengan mengetuk pintu ruang rapat. Sayangnya, saat membuka pintu ketua KPU melontarkan kalimat yang kurang mengenakkan kepada sejumlah wartawan. “Nanti dulu coba, baru saja kelar makan, tunggu di luar kita rapatnya belum selesai,” ketus Iding, sambil menghisap sebatang rokok. Dirasa tidak mendapatkan jawaban, akhirnya wartawan mencoba mengkonfirmasi Ketua Devisi Logistik H Munajim. Namun, lagi-lagi saat dihubungi melalui sambungan seluler, H Munajim enggan mengangkat telepon genggamnya. Sebelumnya, saat rapat berlangsung H Munajim sempat berbincang–bincang dengan Radar, hanya saja saat dimintai komentar terkait penyewaan gudang sortir surat suara mendadak enggan memberikan statemen dan terkesan menghindar. “Nanti saja, setelah rapat selesai,” tutur Munajim.. Sementara itu, Ketua Divisi Teknis Abdullah Syafi’i SSi ME mengatakan, lamanya rapat karena komisioner membahas anggaran pilkada putaran kedua, dan me-review putaran pertama. Artinya jangan sampai putaran kedua itu bermasalah. “Saya berharap di putaran kedua ini pelaksanaanya lebih baik, mulai dari sisi tahapan termasuk anggaran, agar tidak kurang dan tidak lebih,” terang Syafi’i. Namun, Syafi’i enggan berkomentar terkait sikap ketua KPU yang terkesan mengusir wartawan. “Bayangan saya sih tadinya berpikir selesai itu berkomunikasi dengan rekan-rekan wartawan, karena bagaimana pun juga kita butuh menginformasikan apa yang harus diketahui oleh publik. Apalagi soal tahapan pilbup di putaran kedua,” ucapnya. Dijelaskan dia, komisioner dengan sekretariat di dalam undang-undang masing-masing memiliki tugas, tapi output-nya sama, yakni harus berkoorindasi dan komunikasi. Yang jelas perbedaan pendapat itu sudah biasa. “Tentunya kita ini masih dalam satu wadah dan satu kesatuan, dan menjalankan tugasnya masing-masing, yang saling bersinergi. Saya tidak mau kalau sekretariat itu dikambinghitamkan. Jadi saya kira dalam satu rumah tangga terjadi salah paham itu sudah biasa,” katanya. Dia juga mengatakan, bahwa urusan penyewaan gudang untuk sortir surat suara itu ada di bagian logisitik. “Saya rasa itu sudah sesuai dengan topoksinya lah, logisitik berarti itu Pak Haji Munajim,” tukasnya. Terpisah, Kasubag Program Koordinator Pelaksana Logistik Suganda SSos membeberkan, sebelum surat suara itu masuk di gudang milik Sahril, dirinya diperintah Sekteratis KPU Sonson dan H Munajim untuk mengambil kunci gudang. “Saya ambil kunci gudang, dan di sana saya ketemu dengan Pak Sahril. Di situ serah terima kunci, kemudian saya masuk ke gudang bersama staf saya Pak Sholeh dan Pak Sahril, setelah penyerahan, paginya itu langsung pelipatan,” imbuhnya. Menurutnya, pada malam itu setelah penyerahan kunci, ada aktivitas malam di dalam gudang. Karena waktu sudah malam, harus ada pergantian penjaga akhirnya, Iman penjaga malam di kantor KPU terpaksa ditarik ke gudang. “Mungkin dari pada nganggur dia lipat surat suara itu, terus juga penjagaan di sana yakni dua orang anggota polisi. Polisi juga ikut masuk ke dalam gudang, mungkin ikut masuk ngobrol bareng dengan penjaga KPU. Cuma tiga orang di dalam gudang, penjaga KPU sama dua aparat kepolisian,” jelasnya. Suganda pun mengaku, tempat gudang sortir surat suara di rumah Sahril itu atas pentunjuk dari H Munajim. “Saya tak tahu gimana milihnya tiba-tiba di gudang itu, cuma saya diperintahkan lokasinya di sana,” ucapnya. Saat disinggung, bahwa Cucu yang notabene adalah Kasubag Umum berhak tahu atas itu, tapi tidak mengetahui persis jumlah kertas surat suara yang masuk ke gudang, menurutnya, kemungkinan karena Cucu adalah seorang perempuan. “Mungkin karena malam, jadi Ibu Cucu tidak dilibatkan, jadi itu alasannya. Jadi kalau bagian umum itu dapat laporan dari lapangan saja, sampai malam saya dengan staf nunggu di gudang sampai ada pergantian sif,” tuturnya. Menurutnya, pemidahan sortir surat suara yang dilakukan secara mendadak itu atas perintah H Munajim dengan sekretaris Sonson. Tentunya pemindahan dari gudang milik Sahril ke Gedung PGRI pun atas kebijakan yang diambil oleh divisi logistik. “Saat dipindah saya cari-cari tidak ketemu akhirnya ketemu gedung PGRI dan itu adalah opsi terakhir. Artinya pemindahan itu atas instruksi komisioner dan pimpinan saya Pak Sonson, tidak mungkin saya mengambil kebijakan sendiri,” terangnya. Soal tudingan ketua KPU yang selalu mengkambinghitamkan sekretariat ketika ada suatu permasahalan, Suganda dengan tegas akan melakukan perlawanan. Karena bagaimana pun juga Iding bukanlah pimpinannya. “Pimpinan saya kan Pak Sonson, bukan Iding. Kalau selalu disalahkan ya saya akan melawan. Saya pegawai negeri, jadi pimpinan saya adalah Pak Sonson,” tandasnya. Sekretaris KPU Sonson M Ichsan MM yang sebelumnya berani membuka soal retaknya komisioner dengan sekretariat sepertinya mendapatkan tekanan dari komisioner. Pasalnya, pernyataan yang kemarin Minggu (27/10) ditarik kembali. “Gak ada, gak ada buka-bukaan kok, kita dengan komisioner kompak kok, sekarang juga saya sedang memfasilitasi beliau-beliau untuk kegiatan selanjutnya. Tidak ada pressure dan ancaman, kita baik-baik saja,” singkat Dia sambil tersenyum paksa. Terpisah, pengamat politik Muzayyin Haris menilai, sikap ketua KPU yang terkesan mengusir wartawan dengan kalimat yang kurang mengenakkan itu, adalah bukti secara psikologis menghadapi berbagai persoalan baik di nternal maupun eksternal KPU itu sendiri. “Bagi saya persoalan yang sekarang sedang menggelayut di KPU yang sebenarnya itu dibuat oleh ketua KPU itu sendiri. Internal kisruh soal keuangan, eksternal soal pemilik gudang. Tentu secara pribadi ketua itu rungsing akhirnya bersikap arogan dan gampang marah,” ujarnya. Seharusnya, kata Muzayyin, KPU melakukan upaya klarifikasi atau menjelaskan secara rinci detailnya seperti apa tentang beberapa persoalan yang dihadapi. Karena bagaimana pun masyarakat perlu tahu. “Kalau seperti ini berati KPU tidak ada upaya keterbukaan terhadap publik dan terkesan menutupi. Tentunya ini justru menjadi bumerang bagi KPU, apalagi ketuanya dan bisa dikatakan blunder,” tegasnya. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: