Desak Satgas Awasi Proses Hukum
KEJAKSAN – Meski diancam akan disomasi penasehat hukum terdakwa kasus APBD Gate karena statemennya yang mensinyalir adanya pengalihan isu dari pemberhentian sementara terdakwa APBD Gate ke isu fee proyek, namun praktisi hukum, Agus Prayoga SH tetap bersuara lantang. Kali ini, Agus menyoroti adanya keganjilan proses sidang APBD Gate yang cukup lama, hingga menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Menurutnya, kondisi ini cukup jadi alasan para pegiat anti korupsi di Cirebon untuk melapor dan mendesak Satgas Anti Mafia Hukum agar dapat menelusuri dan mengawasi jalannya proses hukum. “Para terdakwa tidak ditahan, juga ada tersangka atau calon terdakwa lain yakni SHW dan SRN tidak pernah menjalani proses hukum. Jelas ini ada keganjilan,” kata pria yang juga kader Partai Demokrat ini melalui sambungan telepon, Minggu (21/11). Terkait pemberhentian sementara anggota DPRD yang terbelit kasus APBD Gate, Wakil Ketua DPC PBB Kota Cirebon, Achmad Firdaus Wajdi menilainya sebagai pelanggaran politis terhadap hak-hak anggota DPRD yang dinonaktifkan dalam kasus APBD Gate 2004. Surat keputusan gubernur Jawa Barat yang telah keluar, mengandung diskriminasi dan ketidakadilan kepada 4 orang yang diberhentikan sementara. “Kok SK gubernur bisa keluar, sementara proses persidangan terhadap 4 orang anggota DPRD masih berjalan dan belum ada keputusan hukum tetap (inkracht). Ini pelanggaran politis konstitusional,” ujarnya, Minggu (21/11). Menurut Firdaus, keluarnya SK gubernur bertentangan dan berlawanan dengan jiwa semangat UUD 45. Khususnya pasal 27 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. “Ingat negara ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Harusnya aturan yang lebih tinggi yang digunakan, bukan aturan yang lebih rendah sekelas SK atau bahkan PP sekalipun,” tandasnya kepada Radar di Gedung Pengadilan Negeri Cirebon. Firdaus mensinyalir ada tangan-tangan kekuasaan yang turut bermain hingga keluarnya SK gubernur. Padahal mestinya, jika memahami filosofi negara ini negara hukum, kewenangan menggunakan kekuasaan dibatasi. Undang-undang tentang susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak mengatur adanya pemberhentian sementara, yang ada adalah pemberhentian tetap. “Jadi jelas, saya melihat ada unsur dominasi kekuasaan yang menghendaki adanya peristiwa hukum berupa pemberhentian sementara. Sehingga, tepatlah adagium tidak ada kawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi,” ungkapnya. Oleh karena itu, tambah dia, sepakat atas rencana kuasa hukum ke 4 anggota DPRD untuk mem-PTUN-kan pejabat publik yang mengakibatkan keluarnya SK gubernur tersebut. “Spesifik, atas nama PBB, akan berjuang semaksimal mungkin membela, sekaligus memberi dukungan kepada kader terbaik partai yang duduk di legislatif H Achmad Djunaedi dalam menghadapi persoalan ini,” ungkapnya. Terpisah, kuasa hukum 4 terdakwa anggota DPRD, Dan Bildansyah SH mengatakan, masih belum mengambil sikap soal rencana PTUN sejumlah pihak. Masih ada hal yang perlu dibicarakan dengan pemberi kuasa, begitupun batasan waktu dalam mengajukan gugatan PTUN. Ditambah lagi, meski kuasa telah diberikan, tapi untuk komitmen belum sepenuhnya terrealisir, sehingga belum melahirkan kewajiban. “Rencananya saya lebih dulu akan mempertanyakan ke klien yang memberikan kuasa, karena PTUN ini kan terbatas waktu. Sudah banyak pihak yang menanyakan, termasuk pihak pemprov sendiri sudah menghubungi saya, terkait jadi tidaknya rencana PTUN ini,” ungkapnya melalui sambungan telepon. (ron/hen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: