Sawit Siklus
KAN sudah saya tinggal ke Singapura. Dua hari. Lalu jalan darat ke Malaysia. Dua hari di sana. Balik jalan darat lagi ke Singapura. Dua hari lagi di Singapura.
Ups... Ternyata harga minyak goreng belum juga turun.
Padahal larangan sapu jagat ekspor minyak goreng —berikut semua bahan bakunya— sudah melewati 13 hari.
Itu berarti jauh lebih lama dari yang pernah diprediksi pengusaha sawit. Perkiraan awal mereka larangan ekspor hanya akan satu minggu. Seminggu dilarang ekspor, mestinya, minyak goreng langsung melimpah-limpah.
Ternyata belum.
Berarti, pasti ada yang salah.
Pihak pertama yang bisa disalahkan adalah Idul Fitri.
Larangan ekspor itu bertepatan dengan sehari sebelum Lebaran. Semua orang sibuk mudik. Atau mengurus mudik. Urusan mudik harus sukses —melebihi minyak goreng.
Dan kelihatannya mudik kemarin ini memang sukses. Hebat. Pemerintah punya banyak akal. Kreativitas terbaik pemerintah kali ini adalah: membuka dua pelabuhan umum di Banten untuk dipakai menyeberang ke Bakauheni di Lampung. Selama Lebaran.
Maka Idul Fitri harus ramai-ramai kita salahkan.
Pihak kedua yang bisa kita salahkan adalah pemerintahan SBY. Toh ia tidak akan marah untuk disalah-salahkan.
Di mana salahnya?
Anda sudah tahu: mengapa SBY melakukan moratorium sawit. Artinya, sejak saat itu, tidak boleh lagi ada izin baru kebun sawit.
Penguasaan tanah untuk sawit dianggap sudah berlebihan. Sudah terlalu luas. Sampai-sampai ada satu orang —grup usaha— menguasai jutaan hektare tanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: