Lagi, KPK Panggil Airin-Atut
JAKARTA - Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal memeriksa Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. Rencananya, pekan ini mereka akan diperiksa sebagai saksi kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Bisa jadi, pemeriksaan itu menjadi pintu masuk untuk mengusut kasus baru. Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan, pemeriksaan ulang kemungkinan diagendakan pada pekan ini. Namun, kapan pastinya, Johan mengaku tidak tahu pasti. Keduanya perlu dipanggil untuk menjadi saksi atas dugaan suap yang dilakukan oleh Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, istri Airin yang juga adik Ratu Atut. \"Keduanya dipanggil pekan ini, cuma untuk harinya belum tahu,\" ujarnya saat dihubungi, kemarin. Meski saat ini di daerah yang dipimpinnya diduga ada kasus korupsi lain yakni proyek alat kesehatan (alkes), kedua perempuan itu fokus diperiksa soal Akil Mochtar. Terpisah, untuk dugaan kasus lain terutama yang berkaitan dengan wilayah Provinsi Banten, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan ada banyak. Beberapa sudah ada yang dilaporkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan KPK. Nah, beberapa sudah ditindaklanjuti bahkan sudah ada yang menjadi tersangka. \"Saking banyaknya, saya lupa itu ada beberapa poin,\" ujarnya. Sedangkan yang sudah muncul nama tersangka adalah dugaan korupsi proyek alkes di Pemkot Tangerang Selatan. Yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan adalah Wawan. Sama dengan dugaan suap Pilkada Lebak, Banten yang melibatkan Akil Mochtar. Khusus untuk dugaan tersangka dari pejabat Pemprov Banten, Samad mengatakan masih pada tahap pendalaman semua. Dia mengatakan kalau berbagai informasi itu masih harus divalidasi dan verifikasi. Muaranya, untuk mencari alat bukti yang cukup sebelum menjerat seseorang menjadi tersangka. Sebelumnya, dia pernah menyinggung kalau dugaan tindak pidana korupsi di Banten sudah terstruktur. Malah, dia memberi kode ada kejahatan keluarga yang terjadi. Menurutnya, itu terjadi setelah proses dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang membawa banyak perubahan pada sistem perpolitikan Indonesia. \"Kita melihat beberapa daerah mempraktikan politik dinasti, dinasti kekuasaan,\" ujarnya. Pola seperti itu menurut Samad sangat rentan dengan perilaku dan kejahatan korupsi. Itulah kenapa, KPK selalu memberi warning tentang adanya praktik politik dinasti dan dinasti kekuasaan. Lebih lanjut Samad menjelaskan, ada tiga poin yang menurutnya perlu diperhatikan karena rawan korupsi. Yakni, proses perencanaan dan penganggaran APBD, layanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, dan proses pengadaan barang serta jasa. (dim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: