Tidak Mau Punya Anak di Kalangan Anak Muda Jepang Sedang Menjadi Tren, Begini Alasannya
Suasana malam hari di salah satu sudut kota Osaka, Jepang.-Masashi Wakui -Pixabay
TOKYO, RADARCIREBON.COM – Setengah bujangan dan perawan di Jepang yang berusia dibawah 30 tahun tidak tertarik untuk memiliki anak.
Hal ini sesuai dengan hasil survei perusahaan farmasi Rohto Pharmaceutical Co yang menyebutkan faktor ekonomi lah yang membuat para bujangan dan perawan enggan memiliki anak.
BACA JUGA:Zulkifli Hasan dan Prabowo Subianto Bertemu Bahas Format Hadapi Pemilu 2024
Selain itu, mereka merasa terbebani jika melahirkan anak, termasuk dalam hal tugas mengasuh anak.
Dari 400 responden yang berusia 18-29 tahun, 49,4 persen di antaranya mengatakan bahwa mereka tidak ingin mempunyai anak.
Persentase tersebut tertinggi dari tiga survei tahunan yang telah dilakukan oleh Rohto.
BACA JUGA:Hindari Pemotor, 3 Mobil Terlibat Tabrakan
Berdasarkan gender, ditemukan bahwa 53,0 persen pria dan 45,6 persen perempuan di Jepang tidak tertarik untuk menjadi orang tua. Alasan adalah tingginya biaya dan khawatir dengan masa depan Jepang.
Hasil survei daring yang dilakukan pada Januari itu muncul setelah data pemerintah menunjukkan bahwa jumlah bayi yang lahir di Jepang turun pada tahun lalu menjadi di bawah 800.000 kelahiran.
BACA JUGA:Eril Diwisuda Secara In Absentia, Ini Maksudnya
Angka tersebut merupakan yang terendah sejak pencatatan kelahiran bayi dimulai pada 1899.
Jepang memiliki populasi usia tua yang bertambah dengan cepat.
Untuk meningkatkan angka kelahiran, pemerintah pada April telah meluncurkan Badan Anak dan Keluarga untuk mengawasi kebijakan anak, termasuk pelecehan anak dan kemiskinan.
BACA JUGA:Mengenal Saraf Kejepit
Survei perusahaan itu pada 2022 menemukan bahwa 48,1 persen pria dan perempuan menikah, yang ingin memiliki anak, bekerja sama untuk kesuburan pasangan mereka.
Survei tersebut melibatkan 800 pasangan menikah yang berusia 25-44 tahun. Angka tersebut turun signifikan dari 60,3 persen dalam survei pada 2020.
Seorang pejabat Rohto berspekulasi bahwa orang-orang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan pasangan mereka karena kehidupan berangsur normal setelah pandemi virus corona. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase