KY Adukan Enam Hakim Nakal

KY Adukan Enam Hakim Nakal

JAKARTA - Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Setyabudi Tedjocahyono, berbuntut panjang. Kemarin (9/1) Komisi Yudisial (KY) melaporkan enam hakim di lingkungan PN Bandung dan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat ke KPK. Mereka diduga ikut menerima suap dalam memutus kasus dana bantuan sosial (bansos) Pemkot Bandung. Laporan tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Eman Suparman. KY tidak berwenang mengusut kasus pidana sehingga dugaan penerimaan suap itu diserahkan penanganannya kepada KPK. \"KY menerima laporan dari terpidana yang mantan hakim, dia katakan bersedia menjadi justice collaborator. Tindak pidananya menjadi kewenangan KPK,\" kata Eman setelah melapor. Dia juga menyatakan, laporannya sudah diserahkan kepada Ketua KPK Abraham Samad dan dijanjikan kalau Deputi Penindakakan akan segera menindaklanjuti. Eman tidak membenarkan atau membantah saat ditanya apakah justice collabolator itu adalah hakim Setyabudi. Dia hanya memastikan kalau akar dari pelaporan itu adalah suap terhadap hakim Setyabudi. Setelah pelaporan ini, bukan berarti KY tidak melakukan apa-apa. Lembaga pimpinan Suparman Marzuki itu tetap memproses pelanggaran etiknya. Meski sudah menyerahkan, Eman menolak untuk merinci siapa saja enam hakim yang dilaporkan itu. Dia memberi petunjuk beberapa nama ada di dalam dakwaan Setyabudi yang kini disidangkan di Bandung. Sedangkan satu dari enam hakim itu ada yang sudah pensiun. \"Tapi saya tidak boleh menyampaikan. Saya harus jaga baik sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan,\" katanya. Eman optimistis KPK akan segera mengambil tindakan atas laporannya. Apalagi, dia mendengar kabar kalau pimpinan KPK sudah meningkatkan status menjadi penyelidikan. \"Tidak ada halangan bagi KPK untuk menindaklanjuti siapapun selagi masih warga Indonesia dan masih hidup. Itu intinya,\" kata Eman. Untuk informasi resmi dari piminan dan deputi penindakan, dikatakan kalau KPK pada dasarnya sudah berjalan. Mereka mendalami dari kasus tangkap tangan tersebut. Apalagi, kasus tersebut tampaknya tidak sesederhana yang terlihat. Belakangan, Wali Kota Bandung, Dada Rosada juga ikut menjadi tersangka pengaturan putusan sidang bansos di PN Bandung. Untuk hakim Setyabudi Tedjocahyono, Eman menyebut yang bersangkutan akan segera dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim. Itu, dilakukan atas usulan mahkamah agung. Saat ini, KY sedang menunggu penetapan dari Ketua Mahkamah Agung. \"Kita lihat nanti, apakah ada penetapan (pemecatan) di MKH,\" terangnya. Informasi yang beredar, ada biaya Rp3 miliar untuk mengamankan sidang di tingkat PN Bandung dan PT Jabar. Di PN Bandung, kabarnya yang banyak berperan nanti adalah Ketua PN Bandung yang bernama Singgih Budi Prakoso. Nanti, dia yang akan menentukan siapa saja majelis hakim untuk menangani sidang korupsi dana bansos Pemkot Bandung. Dalam dakwaan jaksa, disebutkan Setyabudi menjanjikan kepada Toto tidak akan melibatkan Dada dan mantan Sekda Bandung Edi Siswadi. Kesepakatan lain, memutus ringan tujuh terdakwa lain. Singgih sendiri disebut menerima USD 15 ribu. Dia juga menerima bagian dari Rp500 juta yang diberikan untuk Majelis Hakim. Para majelis hakim itu adalah Setyabudi, Ramlan Comel, dan Djodjo Djauhari. Sedangkan di tingkat banding, pengamanan perkara akan dilakukan oleh Sareh Wiyono. Tugasnya, mengarahkan Plt PT Jabar CH Kristi Purnamiwulan untuk menentukan majelis hakim. Muaranya, menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding. Atas tugasnya, Sareh disebut meminta Rp1,5 miliar kepada Dada Rosada melalui Setyabudi yang disampaikan kepada Toto. Kristi mengamini permintaan itu dengan menunjuk Pasti Serefina Sinaga, Fontian Munzil, dan Wiwik Widjiastuti. Pasti meminta Rp1 miliar, lantas Rp850 juta dibagikan untuk tiga hakim. (dim/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: