DKP Jangan Paksakan Kehendak

DKP Jangan Paksakan Kehendak

*Diminta Kaji Ulang Kebijakan Retribusi Sampah LEMAHWUNGKUK– Rencana Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cirebon memungut retribusi sampah dari warga secara kolektif mendapatkan pertentangan dari para ketua RW yang tergabung dalam Forum RW Kota Cirebon. Mereka meminta DKP mengkaji ulang rencana kebijakan tersebut. Sebab, beban berat akan ditanggung para ketua RW. Ketua Forum RW Kota Cirebon Untung Mulyadi mengatakan, para RW sudah membahas rencana kebijakan DKP tentang penarikan kolektif retribusi sampah. Terlebih, RW yang akan ditunjuk menjadi tulang punggung program tersebut. Setidaknya, kata pria yang juga ketua RW 03 Karang Dawa Barat, Kelurahan Pegambiran itu, jika program ini harus dipaksakan dia berharap DKP melakukan sosialisasi intensif dengan memanggil seluruh RW di setiap kecamatan. Pasalnya, kebijakan retribusi sampah terkait dengan pengelolaan uang. Selama ini, lanjutnya, RW telah memungut setiap warga melalui Iuran Wajib Kampung (IWK) dengan besaran bervariasi antara Rp3 ribu sampai Rp5 ribu setiap bulan. “Penduduk di RW saya 547 keluarga. IWK ditetapkan 4 ribu/bulan,” terangnya kepada Radar Cirebon, Senin (27/1). Jumlah iuran itu, salah satunya digunakan untuk membayar pekerja yang membuang sampah setiap hari dari rumah warga ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS). Karena itu, dengan kebijakan iuran Rp6 ribu ditambah Rp4 ribu/bulan kepada setiap keluarga, akan memberatkan warga dan menjadi pertanyaan besar di masyarakat. “Akan timbul fitnah atas tambahan retribusi itu, tukasnya. Selain itu, Untung dan ketua RW lain mempertanyakan anggaran APBD Kota Cirebon untuk biaya pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Sebab, selain meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), rencana retribusi yang akan dipungut ke warga itu, untuk membiayai operasional dari TPS ke TPA. Jika dihitung secara sederhana, jumlah RW di Kota Cirebon mencapai 247. Apabila setiap RW dirata-rata berpenduduk 300 KK, angka pengali menjadi 300 dikali Rp6 ribu dikali 247. Hasilnya, setiap bulan pemasukan DKP dari retribusi sampah mencapai sekitar Rp4,5 miliar. Artinya, lanjut Untung, dalam setahun pemasukan PAD dari sektor retribusi sampah menyentuh angka Rp54 miliar. Jumlah itu, belum termasuk retribusi sampah dari pusat perbelanjaan, pertokoan, hotel dan lain sebagainya. “Kalau disebut pemasukan PAD 4 miliar/tahun, itu hitungan darimana? Kami tidak ingin disalahkan warga,” tukasnya. Terpisah, Lurah Kesambi Suweka SAP MSi mengatakan secara umum pihaknya dan kelurahan lain setuju dan mendukung program retribusi sampah kepada warga. Hal ini, ujarnya, termasuk inovasi untuk memperoleh PAD lebih banyak. Hanya saja, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, Suweka berharap DKP melakukan sosialisasi secara menyeluruh hingga menyentuh masyarakat bawah. Tujuannya, agar mereka memahami kebijakan pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan kota. Suweka meyakini warga akan setuju, jika diberikan penyuluhan secara utuh. “Kalau sekarang masih setengah-setengah, banyak yang tidak setuju,” ujarnya, Senin (27/1). Untuk kolektor retribusi sampah hingga tingkat RW, Lurah Kesambi itu pesimis akan berjalan efektif. Meskipun dapat dilakukan koordinasi, namun, fakta di lapangan tidak semudah teori. Alasan pesimistis Suweka karena beberapa hal. Di antaranya, RW sudah memiliki IWK yang dibebankan kepada warga. Namun, secara program rencana kebijakan retribusi sampah secara kolektif kepada warga, dia optimis akan berjalan dengan baik. Hanya saja, untuk mencapai itu perlu sosialisasi intensif dan jelas. Termasuk, kejelasan upah pungut bagi para kolektor retribusi sampah. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: