DKP Tak akan Mundur
KESAMBI– Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cirebon tetap maju memperjuangkan pungutan retribusi sampah dari masyarakat. DKP juga siap kapan saja duduk bersama DPRD Kota Cirebon untuk membahas rencana itu. “Ini misi menambah pendapatan asli daerah (PAD) bagi Kota Cirebon. Sosialisasi akan dilakukan secara intensif,” tegas Kepala DKP Kota Cirebon Drs Sumanto, kemarin. Menurut Sumanto, tanpa ada aturan terkait sekali pun kebijakan retribusi sampah kolektif dari masyarakat tetap dapat dilakukan. Menurutnya, tidak ada alasan untuk menghentikan upaya penambahan PAD ini. Meski pun masih menuai pro dan kontra di tingkat RW, DKP tidak mengendurkan niat untuk tetap membuat kebijakan retribusi sampah. “Tidak akan berhenti. Kebijakan pelaksanaan retribusi sampah diterapkan secara bertahap,” ucapnya. Artinya, dalam tahun pertama retribusi sampah berjalan, pungutan Retribusi Pengelolaan Persampahan Kota (RPPK) yang dilakukan PDAM Kota Cirebon masih berjalan. Hingga memasuki tahun kedua retribusi sampah kolektif baru akan dilakukan secara mandiri tanpa PDAM. Kebijakan itu, lanjut Sumanto, tidak akan langsung berlaku di seluruh wilayah kota. Karena itu, DKP akan membuat uji coba di beberapa RW secara acak. “Tidak kami pukul rata. Ada pembagian kelompok ekonomi. Masyarakat miskin tidak akan dipungut retribusi sampah. Bagi yang kaya ditentukan berbeda,” terangnya. Pembagian berdasarkan kondisi ekonomi tersebut, menunjukan azas keadilan. Nilainya, masih berkisar di angka Rp6 ribu hingga Rp25 ribu. Jumlah itu, tidak seluruhnya dibebankan kepada setiap kartu keluarga (KK). Dikatakan Sumanto, selama ini DKP mendapatkan anggaran dari APBD Kota Cirebon untuk biaya angkut sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jumlahnya, lebih dari Rp5 miliar. Terkait hal itu, anggaran pemasukan retribusi sampah secara kolektif, tidak akan mengganggu anggaran biaya angkut sampah dari TPS ke TPA itu. Sebab, pemasukan retribusi sampah kolektif, untuk menambah PAD. “Dana biaya operasional angkut sampah tetap digunakan,” tegasnya. Retribusi sampah kolektif yang akan dilakukan, selain meningkatkan PAD, otomatis meringankan beban biaya pemerintah. Sebab, lanjut Sumanto, jika semua dibebankan kepada pemerintah, porsi pembangunan berkelanjutan tidak akan bertambah. “Bagi kami, kalau masyarakat tidak mau penambahan PAD, tidak usah juga ada pungutan parkir. Biarkan anggaran apa adanya dan pembangunan tidak berjalan cepat,” tukasnya. Sementara Ketua RW 05 Kelurahan Kesenden, Sarjito mengatakan pendapatan setiap RT di wilayahnya dari Iuran Wajib Kampung (IWK) hanya mencapai Rp200 ribu setiap bulan. Jumlah tersebut, untuk membayar biaya penerangan umum saja tidak cukup. “Kami keberatan kalau masyarakat dibebani lagi dengan retribusi sampah,” ujarnya, Jumat (31/1). Jika dengan retribusi sampah itu petugas DKP langsung mengambil sampah dari rumah warga, Sarjito tidak mempersoalkan. Sebab, pemungut sampah di RW 05 Kelurahan Kesenden dengan intensitas pengambilan sampah seminggu dua kali, harus dibayar Rp150 ribu setiap bulan. Meskipun jumlah upah itu tidak manusiawi, hal itu tetap dilakukan karena tidak semua warga RW 05 membayar IWK. “Iuran kampung kami Rp5 ribu perbulan. Harus ada solusi ke masyarakat langsung,” pintanya. Sarjito yakin, banyak RW lain tidak setuju. Hal berbeda disampaikan Ketua RT 06 RW 03 Kelurahan Kebon Baru, Juwati. Menurutnya, RPPK yang dipungut melalui PDAM, sudah berjalan baik. Bahkan, warga tidak mempersoalkan biaya retribusi sampah demi pembangunan kota. Terlebih, jika retribusi langsung dikelola DKP dan melakukan upaya perbaikan untuk persoalan sampah. “Kami setuju rencana retribusi sampah secara kolektif kepada masyarakat. Terpenting sosialisasi hingga ke warga, biar kami langsung bekerja tanpa ada pertanyaan macam-macam lagi,” ujarnya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: