Rotan Baliu, Bertahan Sejak 1980 dengan Andalkan Pasar Dalam Negeri

Rotan Baliu, Bertahan Sejak 1980 dengan Andalkan Pasar Dalam Negeri

CIREBON- Industri rotan di Cirebon hingga 2014 ini masih tetap bertahan. Ada yang berbeda dalam menggeluti bisnis ini. Berikut penelusuran radarcirebon.com yang menyoroti tentang pengrajin Rotan Baliu di daerah Tegalwangi, Weru, Cirebon. Program yang digalakan pemerintah untuk menghidupkan kembali industri rotan khususnya di daerah cirebon yang terkenal sebagai sentra industri ini nampaknya belum berdampak maksimal. Pengrajin kerajinan rotan mengaku masih kesulitan untuk mendapatkan rotan mentah dari sumbernya yakni Sulawesi dan Kalimantan. Khusus untuk jenis rotan tertentu, para pengrajin rotan mencari sumber rotan ke daerah lain seperti dari Aceh dan beberapa wilayah lain di pulau Sumatera. Hal ini disampaikan Mukhtar (60) salah satu pengrajin industri rotan Baliu di Tegalwangi, Weru, Cirebon. Menurutnya perbedaanya dengan jenis rotan yang lain Rotan Baliu dikenal di masyarakat sebagai Rotan CL, Baliu merupakan sebutan orang-orang Aceh yang merupakan daerah penghasil rotan jenis ini. Tekstur rotan jenis ini sedikit lentur jika dibandingkan dengan jenis rotan yang lain. Bentuknya banyak kerutan di sisinya dan berwarna hijau tua. Dia mulai menggeluti usaha ini mewarisi usaha dari ayahnya semenjak tahun 1980, sampai kini tidak banyak perubahan produk yang kami buat menggunakan rotan jenis CL atau istilah lainya rotan Baliu. Mukhtar mengaku mendapatkan bahan baku rotan baliu dari Aceh, sumatra melalui pelabuhan Belawan, Medan. Pemesanan bahan baku rotan baliu tidak bisa mendadak dikarenakan terkendala faktor cuaca juga, apabila laut sedang banyak gelombang tinggi maka pengiriman bahan baku dari pelabuhan Belawan ke Jakarta terhambat. Kita sudah ada agen yang menjadi langganan kita bertahun-tahun sehingga tinggal pesan saja dan barang langsung dikirim. Untuk pemasaran seperti pesanan kursi dan meja dari rotan Baliu berdasarkan pesanan dari pelanggan dari sekitar wilayah Cirebon seperti Beber dan Cilimus, Kuningan. Lalu mereka akan menjualnya lagi ke berbagai kota seperti Banten, Bandung, Jakarta, Semarang dan beberapa kota di Jawa timur. “Jadi, kalau tidak ada pesanan ya kita menganggur,” ujarnya. Mengapa tidak ekspor? Dia mengaku dengan modal yang tidak banyak, juga produk yang dari dulu tidak ganti ganti, hanya bermodel itu itu saja sedangkan untuk ekspor perlu variasi produk. “Padahal, sering sih kami didatangi buyer dari luar negeri tapi ya mereka hanya liat - liat dan photo saja,” tuturnya. Untuk satu set produknya (dua kursi dan satu meja) yang sandaranya bulat kami jual Rp. 125.000. Kalau untuk minimal order, karena kami sama pelanggan sudah berjalan lama jadi tidak ada batasanya terkadang satu set juga kami kerjakan. Untuk pengiriman barang sendiri biasanya ditanggung oleh pembeli. Dari penjuualannya itu untuk keuntungan yang didapat, kami hanya cukup untuk kebutuhan dapur sehari-hari. Seperti yang dilihat, dari dulu hingga sekarang untuk membuat gudang pun kami belum bisa makanya rumah kami penuh dengan rotan baliu dan barang-barang yang sudah jadi. Dia berharap agar pemerintah dapat lebih punya andil dalam meningkatkan kemajuan industri rotan di wilayahnya seperti kejayaan rotan di masa lalu dan perhatian itu tidak hanya untuk pabrik yang besar saja namun kami juga selaku pelaku usaha rotan rumahan ingin juga di perhatikan.(sarip)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: