Retribusi Dipungut, Sarana Pasar Tak Diperhatikan
KUNINGAN - Perhatian pemerintah daerah terhadap kondisi sarana Pasar Kepuh selama ini terbilang minim. Anehnya, meskipun pedagang setiap hari dipungut retribusi, tapi kondisi sarana prasarana seperti jalan menuju Pasar Kepuh banyak yang kondisinya rusak. Sarana lainnya, seperti drainase banyak yang tidak berfungsi. Situasi ini dikeluhkan sejumlah pedagang karena terganggu. Terutama saat musim hujan, di mana kondisi pasar menjadi becek dan banjir akibat drainase banyak yang tidak berfungsi. “Sebagai pedagang kami juga punya kewajiban. Namun kami juga minta diperhatikan sarananya agar konsumen yang datang merasa nyaman,” ujar salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namnya kepada Radar, kemarin (3/2). Menurutnya, selama ini dalam sehari retribusi yang harus disetor bervariasi. Namun yang pasti para pedagang dikanai retribusi minimal Rp2000. Uang tersebut untuk membayar retribusi pelayanan pasar dan kebersihan. Diterangkannya, uang yang diambil dari pedagang tidak sebanding dengan apa yang diberikan. Ia mencontohkan, retribusi untuk sampah. Saat pedagang sudah menunaikan kewajibannya membayar retribusi untuk kebersihan, mestinya tumpukan sampah tidak sampai terjadi. Sementara yang terjadi sebaliknya, tumpukan sampah terdapat di sejumlah sudut pasar. Harapan sejumlah pedagang, adanya retribusi akan membuat penanganan sampah lebih tertata. Namun harapan itu tampaknya sulit diwujudkan, karena pihak terkait yang mengelola Pasar Kepuh seperti tidak ada tindakan penanganan serius. Kondisi ini diperparah dengan kondisi jalan yang sebagian besar rusak. Sudah dipastikan, kondisi pasar becek di mana-mana pada musim hujan. Bahkan genangan air yang bercampur dengan sampah terlihat di bebeberapa titik akibat drainase yang tidak banyak berfungsi. Praktis, kondisi bau sampah dan jalan rusak serta becek membuat suasana pasar tidak nyaman. “Bagaimana pembeli mau datang ke pasar kalau tidak ada perubahan. Kami sebagai pedagang memaklumi kalau sekarang konsumen lebih berbelanja ke swalayan. Mereka tentu ingin berbelanja dengan rasa nyaman dan mendapatkan barang yang bagus,” tandansya. Ia berharap, keluhannya didengar pemerintah, kemudian melakukan tindakan nyata. Jangan hanya menunggu rusak parah baru bertindak. Sebab, selama ini para pedagang sudah melakukan kewajiban membayar retribusi. Padagang lainnya menyebutkan, saat ini untuk perbaikan jalan yang rusak terkadang para pedagang dengan suka rela melakukan urunan. “Lihat jalan yang dekat dengan pembuangan sampah rusak parah. Tidak ada perbaikan dari pemerintah tapi iniasiatif pedagang dengan cara menutupi melalui tanah urukan,” kata pria yang sehari berjualan sayuran ini sambil menunjuk ke arah jalan yang rusak. Dikatakan pria yang mengaku dari Kecamatan Kuningan ini, jika musim kemarau kondisi pasar tidak terlihat parah. Tapi pada musim hujan, kondisi pasar terlihat kumuh. Sebagai pedagang terkadang sedih dengan situasi itu. Sementara kini sudah banyak swalayan. Jika tidak segera ada perbaikan, jangan heran suatu saat pasar bisa gulung tikar. Sementara itu, Kadisperidag Kuningan Drs Ucu Suryana ketika dikonfirmasi menyebutkan, jika retribusi hanya Rp1000. Sehingga tidak semua retribusi yang disebutkan pedagang benar. Soal perbaikan jalan sudah diajukan kepada dinas terkait. Namun, hingga saat ini belum ada realiasasi. Pihaknya, menjamin akan memerhatikan sarana di pasar. Jika selama ini belum ada tindakan nyata, bukan artinya diam tapi dalam proses. “Begitu juga untuk sampah, kami tangani setiap hari. Kalau menumpuk wajar karena kan di pasar pedagang banyak,” kilahnya. (mus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: