Kapolda Instruksi Usut Kematian Mahasiswa IAIN Cirebon
KUNINGAN - Meninggalnya Abdul Qodir Jaelani, mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar Mahasiswa Pencinta Kelestarian Alam (Mahapeka), mendapat perhatian serius Kapolda Jawa Barat, Irjen Moch Iriawan. Kapolda meminta aparat Kepolisian Resor (Polres) Kuningan untuk menyelidiki penyebab kematian Abdul Qodir Jaelani. “Saya sudah perintahkan kepada Kapolres Kuningan untuk mendalami dan mengusut tuntas kasus terbunuhnya mahasiswa IAIN Cirebon. Beri waktu kepolisian untuk mengungkapnya,” tegas Kapolda kepada awak media usai memberikan arahan kepada seluruh jajaran Polres Kuningan di lapangan Mapolres, Rabu (5/2). Hanya saja, untuk saat ini, pihaknya belum bisa memberikan keterangan apapun dan masih menunggu perkembangan di lapangan. Apalagi, orang tua korban baru hari ini, Rabu (5/2) melapor ke Polres Kuningan. Menyangkut dugaan adanya keganjilan dan intervensi terhadap orang tua korban, Iriawan berjanji kepolisian akan mendalaminya. “Jika nanti ditemukan pelanggaran, kami akan tindak tegas dan polisi tidak akan membiarkan para pelaku bebas berkeliaran. Namun karena orang tua korban baru melapor hari ini, maka terlalu dini menyimpulkan penyebabnya. Polisi akan melakukan penyelidikan untuk mengungkapnya,” ujar jenderal polisi kelahiran Kabupaten Kuningan tersebut. Kapolres Kuningan, AKBP Harry Kurniawan SIK MH yang mendampingi Kapolda mengatakan, kepolisian akan segera melakukan pengusutan berdasarkan laporan dari orang tua korban. Termasuk juga kemungkinan melakukan otopsi terhadap jenazah Abdul Qodir Jaelani. “Itu bisa saja dilakukan (otopsi, red) untuk mencari penyebab meninggalnya korban. Kepolisian juga akan memanggil sejumlah saksi guna dimintai keterangan,” tambah Harry. Pantauan Radar di mapolres, orang tua korban yang didampingi adik dan kerabatnya datang sekitar pukul 09:00. Begitu tiba, ibu korban, Hindun langsung menuju ke ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu untuk melaporkan kasus penganiayaan yang dialami anak kesayangannya. Usai melapor, ibu korban Hindun yang didampingi adiknya, Hariri kemudian menuju ruang Unit Reskrim Polres Kuningan guna memberikan keterangan terkait meninggalnya Abdul Qodir Jaelani dengan membawa barang bukti hasil visum dari RS Sumber Waras Cirebon kepada penyidik Polres Kuningan. Paman korban, Hariri meminta kepada aparat kepolisian untuk mengusut tuntas atas kasus yang menimpa keponakannya itu. Sebagai paman, ia jelas tak rela jika nyawa keponakannya ditukar dengan materi. Terlebih ia tak menginginkan kejadian serupa dialami keluarga lain di masa depan. “Saya meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Ini supaya kejadian serupa tidak terulang lagi dan menimpa yang lain,” harapnya. Dalam kesempatan itu, Hariri juga menilai ada keganjilan dalam kasus ini. Sebab orang tua korban pernah disodorkan surat pernyataan yang isinya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa keluarga tidak akan melakukan upaya tuntutan secara hukum atas meninggalnya Abdul Qodir Jaelani. “Alhamdulillah untungnya saya datang tepat waktu sehingga orang tua korban tidak sempat menandatangani surat pernyataan yang diserahkan oleh mahasiswa yang mengaku dari Mahapeka,” papar Hariri sembari menunjukkan surat pernyataan bermaterai. Sedangkan ibu korban, Hindun menerangkan, sebelum meninggal, anaknya sempat mengaku mendapat kekerasan fisik berupa tamparan dalam kegiatan Diklatsar tersebut. Hindun semakin percaya jika kematian anaknya tidak wajar ketika melihat beberapa luka di tubuh Abdul Qodir Jaelani. “Almarhum sempat mengatakan bahwa dirinya pernah mendapat tamparan ketika mengikuti Diklatsar. Kecurigaan kami semakin bertambah setelah melihat beberapa bekas luka di tubuhnya,” tuturnya. Hindun juga mengaku kecewa kepada pihak kampus yang awalnya berjanji akan menanggung biaya pengobatan anaknya selama di rumah sakit. Ternyata janji itu tidak pernah ditepati pihak kampus hingga akhirnya keluarga harus membayar semua biaya perawatan anaknya. “Total semua biaya rumah sakit sebesar Rp4,7 juta. Itu semua dibayar oleh keluarga, tak sepeserpun pihak kampus ngasih uang untuk biaya perawatan. Padahal janjinya mau menanggung semua biayanya,” tukasnya dengan nada kesal. Sementara itu, dari data yang diperolah Radar di lapangan, peserta diklatsar yang mengalami perlakuan tindak kekerasan yang diduga dilakukan panitia kegiatan diklatsar UKM Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon bukan hanya Abdul Qodir Jaelani, namun ada empat peserta lainnya. Namun keempat peserta tersebut tidak terlalu parah kondisinya, sehingga bisa diatasi dengan pertolongan pertama dari para panitia. Sementara saat koran ini mengonfirmasikan, pihak RS Juanda tidak membenarkan. Karena dari data yang masuk di RS Juanda yang berstatus mahasiswa IAIN (anggota Mahapeka) hanya Abdul Qodir Jailani. Salah satu paman Abdul Qodir Jaelani yang mendampingi kedua orang tua almarhum untuk membuat laporan. Hariri (30) mengatakan, ia mendampingi kedua orang tua almarhum kepada jajaran Polres Kuningan. Setelah laporan, pihak keluarga mengantongi sejumlah bukti yang diduga adanya tindak kekerasan terhadap Abdul selama mengikuti Diklatsar UKM Mahapeka IAIN Syekh Nurjati yang dilakukan panitia penyelenggara kegiatan Diklatsar tersebut. “Kami sebagai pamannya memiliki kewajiban untuk terus menelusuri apa penyebab dari kematian tersebut. Maka dari itu, saya dan keluarga almarhum membuat laporan kepada Polres Kuningan, karena kejadian dan kegiatannya kan di wilayah Kuningan, saya menginginkan pihak Polres Kuningan setelah saya dan keluarga almarhum membuat laporan, pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan terkait penyebab meninggalnya keponakan saya,” jelasanya saat di hubungi melalui terlepon selulernya. Pengamat hukum, Gunadi Rasta SH menilai, kematian seseorang yang tidak wajar seharusnya sejak awal disikapi proaktif oleh polisi sebagai penegak hukum. Dikarenakan kematian tidak wajar, memang seringkali mengindikasikan adanya tindak pidana. \"Jadi seharusnya tidak perlu menunggu laporan, sejak ramai diberitakan polisi harusnya segera menyelidiki,\" katanya. Ia menambahkan dugaan adanya upaya perdamaian yang dilakukan pihak IAIN terhadap keluarga almarhum, ia menilai itu sah-sah saja. Namun hal itu tidak boleh menghentikan penyelidikan terhadap tindak pidana yang mungkin terjadi. Jika dibiarkan, berarti ada pembiaran dan legitimasi terhadap tindak pidana yang bisa diganti dengan uang santunan. Ia menegaskan, kemungkinan adanya tindak pidana dalam kasus Abdul Qodir Jaelani merupakan wewenang polisi. Namun ia menduga, setidaknya ada pelanggaran hak asasi manusia yang berujung pada kematian seseorang. \"Kalau tidak terbukti ada tindak kekerasan, kemungkinan ada kelalaian yang berujung pada kematian seseorang. Jika itu terbukti, pihak kampus juga bisa dinilai lalai karena tidak melakukan pengawasan ketat terhadap kegiatan mahasiswa yang bisa disusupi oknum alumni yang berujung pada tercemarnya nama baik kampus,\" tegasnya. Terpisah, Pembantu Rektor (Purek) III Prof Cecep Sumarna mengatakan, Rabu (5/2) jajaran Satuan Reskrim Polres Kuningan mendatangi lembaga IAIN Syekh Nurjati Cirebon guna memanggil peserta Diklatsar UKM Mahapeka IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan panitia penyelenggara Diklatsar tersebut guna dimintai keterangan. “Iya, memang dari pihak satuan Reskrim Polres Kuningan memanggil seluruh peserta dan panitia tersebut Kepolres Kuningan untuk dimintai keterangan terkait penyebab kematian Almarhum Abdul Qodir Jaelani,” katanya saat dihubungi melalui telepon selulernya. Sementara, seorang pengacara Kabupatena Cirebon, Didi Rahmat SH akan siap membantu dan mendampingi keluarga Almarhum untuk menempuh proses hukum terkait kasus dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan panitia UKM Mahapeka IAIN Syekh Nurjati Cirebon. \"Iya saya sebagai pengacara yang peduli dengan kasus tersebut, siap menempuh proses hukum,” pungkasnya. (ags/arn) FOTO: AGUS PANTHER/RADAR KUNINGAN AKHIRNYA LAPOR. Orang tua mahasiswa IAIN Cirebon yang meninggal di sela Diklatsar Mahapeka akhirnya melapor ke Polres Kuningan, kemarin. FOTO: ABDULROHMAN/RADARCIREBON
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: