DP Anggap Manajemen PDAM Tak Serius
KEJAKSAN – Tidak mau terus-menerus dituduh sebagai juru bicara dan pembela direksi, Dewan Pengawas (DP) PDAM Kota Cirebon angkat suara juga perihal rencana kenaikan tarif. Ketua DP H Darumakka SIP MSi mengatakan, manajemen PDAM berminat menyesuaikan tarif, tapi tidak terlalu serius menyikapinya. “Ya memang berminat menyesuaikan tarif, tapi manajemen tidak terlalu serius,” tandasnya, Selasa (11/1). Buktinya, kata pria yang akrab disapa Daru ini, persyaratan penyesuaian tarif belum ada. Yakni corporate plan, perda tentang tarif air, kemudian kajian penggolongan tarif, terakhir konsep Perwali berkaitan dengan tarif. Keempat masalah ini harus diselesaikan. Persoalannya, sampai saat ini belum satu konsep pun yang dipresentasikan direksi kepada DP. Kesemuanya sebagai persyaratan, baru kemudian bisa diajukan ke walikota. “Itu harus ada. Dan sampai dengan hari ini belum ada satu pun konsep yang bisa dipresentasikan kepada DP,” ucapnya. Jika seluruhnya telah ada, kata dia, kemudian dipresentasikan, baru DP akan mengajukannya ke walikota sebagai pemilik. Tanpa melalui DP, itu tidak bisa dilakukan. “Selama saya duduk di sini harus begitu. Kalau yang duduk di sini bukan saya, wallahua’lam,” ucapnya dengan nada tegas. Mantan ketua KPU Kota Cirebon ini juga mengkritisi sikap manajemen PDAM yang terlalu pelit memberikan informasi kepada masyarakat. Padahal, apa dan siapa, mengapa PDAM, semua hal itu harus disampaikan ke publik. Karenanya tidak heran jika muncul protes-protes soal rencana kenaikan tarif atau soal lainnya. Sebaliknya, Darumakka mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi B DPRD Kota Cirebon, karena telah memberi masukan dan solusi untuk dilakukannya kajian. Begitupun seharusnya dengan masyarakat dan LSM, memberikan masukan sebagai respons rencana kenaikan tarif ini. “Tahu kenapa rencana kenaikan tarif ini banyak yang protes? Karena manajemen PDAM terlalu pelit memberikan informasi kepada rakyat. Semua hal harusnya disampaikan ke publik,” tukasnya ditemui di sekretariat DP Gedung PDAM. Ketika ditanya soal komponen biaya produksi, Daru keberatan menjelaskan hal tersebut, karena bukan menjadi domain DP. Tetapi, harus diakui, ada beban yang tengah ditanggung PDAM sangat berat. Sehingga harus dilakukan penyesuaian tarif. Seperti komponen air limbah yang sudah dinikmati seluruh warga Perumnas, Karanggetas, Diponegoro, dan kawasan Ade Irma. Masyarakat sebagai pengguna tidak dipungut biaya, sementara pengolahan air limbah itu tetap dilakukan PDAM. “Biaya pertahunnya untuk pengolahan air limbah itu Rp2,5 miliar, kalau Cirebon kebanjiran atau hujan besar, mesin yang ada di Ade Irma itu harus jalan. Tapi hasilnya apa? Nol rupiah. Itu semua jadi beban air minum, dan orang tidak tahu,” bebernya. Kemudian, ucap Daru, investasi sangat minim, tidak lebih dari Rp1 sampai Rp2 miliar. Padahal kebutuhannya bisa mencapai Rp10 sampai Rp15 miliar per tahun. Melihat panjang jaringan pipa baik di dalam maupun Kabupaten Cirebon sepanjang 400 kilometer, dan itu relatif pipa tua. Akhirnya jika ada kerusakan yang dilakukan hanya bisa tambal sulam. Belum lagi, lanjut pria berkacamata ini, persoalan ganti meteran. Semua meteran yang usianya di atas 5 tahun harus diganti. Hanya kenyataannya meteran yang berusia di atas 10 tahun sudah berjumlah 25 ribu. Sementara pertahun PDAM hanya menganggarkan penggantian meteran air pelanggan sebanyak 2.000 unit. Sehingga jika mau diganti seluruhnya harus membutuhkan waktu paling tidak 12 tahun. Itu pun belum termasuk mengganti meteran berusia 5 tahun. Wal hasil terjadi kebocoran, karena air yang mengalir tidak sesuai dengan putaran meteran. “Itu semua terjadi karena investasi hanya Rp1-Rp2 miliar setahun,” ungkapnya. Dalam wawancara kemarin, Darumakka juga mengulas soal harga pokok produksi yang lebih tinggi dari harga jual alias PDAM merugi. Dia menjelaskan yang dimaksud harga produksi adalah seluruh biaya dari A sampai Z, apapun, bukan hanya biaya air mengalir dari sumber air ke rumah pelanggan. Dalam hal ini, dengan kata lain tidak seperti orang berdagang. Cara menghitungnya jumlah seluruh biaya dibagi produksi air, dikurangi kebocoran standar atau 20 persen. Sedangkan rumus menghitung harga jual, jumlah seluruh pendapatan tarif dibagi volume air terjual. Dirinya mencontohkan untuk tahun 2010, jumlah pendapatan yang tercatat sebesar Rp33.620.923.000, dibagi 25.000.000 kubik, dikurangi 20 persen kebocoran, maka hasilnya harga atau biaya pokok sebesar Rp1.681. Sedangkan harga jual Rp30.060.450.000 dibagi 19.086.000 kubik, hasilnya Rp1.575. “Perlu diingat, saya jawab pertanyaan anda untuk mengkritisi dari internal manajemen PDAM,” tegasnya. (hen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: