Presiden SBY Tidak Konsisten, Nelayan Butuh Proteksi
CIREBON-Terkait dengan pemberitaan aksi nelayan yang mendesak pencabutan subsidi BBM bagi kapal diatas 30 GT, Selasa malam, sekitar pukul 20.00 WIB (18/2), Radarcirebon.com menerima kunjungan Ketua FNB (Front Nelayan Bersatu) yang juga Ketua HNSI Jawa Barat, Ono Surono dan Ketua Dewan Presidium Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin. Perbincangan yang hangat seputar aksi ribuan nelayan di Kabupaten Indramayu terkait pencabutan subsidi BBM bagi kapal diatas 30 GT. Terungkap, mulai tanggal 27 Januari 2014, PT Pertamina melarang SPBD/SPDN untuk melayani kapal diatas 30 GT dan nelayan dengan kapal di atas 30 GT tidak mendapatkan BBM bersubsidi muncul gejolak nelayan terhadap kebijakan pemerintah. Aksi FNB (Front Nelayan Bersatu) terdiri dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Serikat Nelayan Tradisional (SNT), SETAN, dan PNKT di area Pertamina RU VI Balongan muara dari aksi-aksi sebelumnya. Tanggal 5 Februari 2014, aksi nelayan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat di PT Pertamina Jakarta, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, dan Istana Negara. Saat itu, perwakilan nelayan diterima pejabat PT Pertamina dan Kementerian ESDM, dihadiri Ditjen Migas Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPH Migas, dan PT Pertamina. Dalam pertemuan tersebut, disepakati sesuai Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2013, konsumen pengguna jenis minyak solar sektor perikanan bahwa nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia yang terdaftar di SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan dengan pemakaian paling banyak 25 kilo liter/bulan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari Pelabuhan Perikanan atau Kepala SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan sesuai dengan kewenangannya masing-masing (sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat 2 Perpres 15 Tahun 2012, perubahan rincian konsumen pengguna ditetapkan Menteri ESDM). Lebih lanjut, Surat Sesmenko Perekonomian nomor S-230/SES.M.Ekon/07/2013 tanggal 24 Juli 2013 dimana persyaratan bagi nelayan untuk mendapatkan minyak solar (gas oil) hanya didasarkan pada verifikasi dan surat rekomendasi dari Pelabuhan Perikanan atau Kepala SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota dan bukan kepada ukuran kapal yang digunakan sehingga kapal dengan ukuran diatas 30 GT dapat menggunakan BBM bersubsidi. Sementara, pengertian \'Terdaftar\' dalam Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2013, lokasi pelabuhan pangkalan dari kapal ikan, sehingga rekomendasi yang diberikan oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka pengendalian kuota BBM di lokasi tersebut. Tanggal 13 Februari 2014, aksi nelayan masih berlanjut dan BPH Migas dengan Kementerian ESDM akan memenuhi keinginan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta mendukung keinginan nelayan. Namun, BPH Migas, tanggal 16 Februari 2014, menyampaikan permohonan kepada HSNI untuk Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan untuk dirubah dengan alasan Peraturan Menteri ini membatasi SKPD, rekomendasi bagi nelayan maksimal 30 GT. Bagi FNB (Front Nelayan Bersatu, sangat aneh apabila pejabat BPH Migas menyampaikan hal tersebut setelah mereka melakukan serangkaian rapat bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, dan PT Pertamina. Kepada Radarcirebon.com, Ketua Dewan Presidium Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Tajidin mengungkapkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tidak sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 15 tahun 2011 Tentang Perlindungan Nelayan. \"Presiden SBY tidak konsisten kepada aturan perundang-undangan yang dibuatnya sendiri,\" ujarnya Selasa malam (18/2) Menurut Kajidin, Peraturan Menteri ESDM tidak memberikan BBM bersubsidi kepada nelayan dengan kapal ikan ukuran diatas 30 GT yang terdaftar di pemerintah pusat, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Jawa Barat Ono Surono mengatakan, aksi ini dilakukan sebagai kekecewaan terhadap pemerintah yang tidak konsisten dengan kesepakatan saat aksi di Jakarta 5 Februari 2014. Padahal kesepakatan sudah ditanda tangani empat instansi yang mewakili Ditjen Migas oleh M Hidayat, Ditjen Perikanan Tangkap KKP oleh M Zain H, BPH Migas oleh A Muhaemien, dan PT Pertamina oleh Deny Djukardi. Terkait, pemerintah tetap mengizinkan kapal nelayan dengan kapasitas 60 gross ton (GT) membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi dengan ketentuan hanya untuk kapal lokal. \"Bukan persoalan 30 GT atau 60 GT. Bagi nelayan, jangan sampai ada dikotomi nelayan besar dan kecil, semuanya harus bisa diproteksi oleh pemerintah. Yang ada hanya nelayan Indonesia dan nelayan asing,\" pungkasnya. (wb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: