Di Sektor Mineral dan Batubara Negara Rugi Jutaan Dolar
** 37 Kontrak Karya, 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Royalti Tidak Terpungut CIREBON-Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batubara (minerba) Kementerian ESDM bulan Agustus 2013. Salah satu temuan, adanya celah terjadinya kerugian negara disebabkan tidak terpungutnya dengan optimal royalti 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Jenis tarif PNBP di sektor mineral dan batubara (minerba) yang berlaku pada KK lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku pada IUP mineral. Terkait hal ini, KPK mengirimkan surat bernomor B-402/01-15/02/2014 ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat ini ditembuskan kepada presiden, dikirim pada 21 Februari 2014. Padahal, pasal 169 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan tegas ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU No. 4 Tahun 2009 diundangkan. Artinya, renegosiasi kontrak semestinya sudah selesai tanggal 12 Januari 2010. Dengan berlarut-larutnya proses renegosiasi, berdampak tidak terpungutnya penerimaan negara, dan ini tentu saja merugikan keuangan negara. KPK memperkirakan, selisih penerimaan negara dari satu perusahaan besar (KK) saja sebesar US$ 169,06 juta per tahun. Misalnya, PT. FI sejak tahun 1967 sampai dengan sekarang menikmati tarif royalti emas sebesar 1 persen dari harga jual per kg. Padahal, di dalam peraturan pemerintah yang berlaku, tarif royalti emas sudah meningkat menjadi 3,75 persen dari harga jual emas per kg. Dengan berlarut-larutnya penyesuaian kontrak oleh PT. FI, terjadi kerugian keuangan negara sebesar 169 juta dolar AS setiap tahun dari yang semestinya menerima 330 juta dolar AS. Kenyataannya, negara hanya menerima 161 juta dolar AS. Hal serupa juga terjadi pada PT. VI yang tidak menyesuaikan tarif royaltinya. Akibatnya, negara mengalami kerugian pendapatan royalti sebesar 65,838 juta dolar AS setiap tahunnya. Pemerintah yang semestinya menerima 72 juta dolar AS dari royalti setiap tahun, hanya menerima 1/12 dari yang seharusnya sebesar 6,162 juta dolar AS. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Johan Budi SP, KPK juga menemukan adanya kerugian keuangan negara dari hasil audit tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN), yaitu sebesar 6,7 triliun rupiah (2003-2011) akibat kurang bayar royalti, dan potensi kerugian keuangan negara dari 198 perusahaan pertambangan batubara sebesar 1,224 miliar dolar AS (2010-2012) dan dari 180 perusahaan pertambangan mineral sebesar 24,661 juta dolar AS (2011). Dari temuan ini, pihak Kementerian ESDM menyepakati renegosiasi tentang tarif royalti pada semua KK dan PKP2B disesuaikan dengan PP Tarif dan jenis tarif PNBP yang berlaku, serta menetapkan sanksi bagi KK dan PKP2B yang tidak kooperatif dalam proses renegosiasi. Proses renegosasi mencakup aspek luas wilayah pertambangan, penggunaan tenaga kerja dalam negeri, divestasi serta kewajiaban pengolahan dan pemurnian hasil tambang dalam negeri. \"Sayangnya, tidak ada sanksi tegas bagi pemegang kontrak yang enggan melakukan renegosiasi dan penyesuaian tarif royalti. Karena pembiaran proses renegosiasi kontrak ini, berujung pada kerugian keuangan negara,\" ungkap KPK, dalam rilisnya, diterima radarcirebon.com, Rabu sore, (5/2). (wb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: