DPRD Jabar Kritik Investasi dan Daya Serap Tenaga Kerja
KRITISI ANGKA TPT: Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Iwan Suryawan mengkritisi TPT di Jabar.-istimewa-radarcirebon.com
BANDUNG, RADARCIREBON.COM - Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Iwan Suryawan mengkritisi masih tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jabar, periode Agustus 2024 yang tembus di angka 6,75%. Tertinggi dibandingkan nasional yang hanya 4,91%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, disebutkan, tingginya TPT tersebut dikontribusi dari tak terserapnya tenaga kerja tingkat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yakni sebesar 12,74%.
Data BPS Provinsi Jawa Barat menyebutkan, apabila dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, TPT pada Agustus 2024 mempunyai pola yang sama dengan Agustus 2023.
Pada Agustus 2024, TPT dari lulusan SMK masih menyumbang angka paling tinggi dibandingkan lulusan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 12,74%.
BACA JUGA:Macan Ali Gandeng Disdik Gelar Sosialisasi Program Gerakan Sekolah Menulis Buku
“Tidak matching (selaras) antara lulusan SMK dengan kebutuhan industry, menjadi salah satu penyebab masih tingginya pengangguran untuk tingkat SMK,” kata Iwan Suryawan.
Perlu ada goodwill dari Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar untuk mengatasi tingginya TPT di Jabar. Selain harus matching-nya kurikulum pendidikan SMK dengan kebutuhan industri saat ini, investasi yang masuk ke Jabar pun diharapkan mampu menyerap tenaga kerja. Salah satunya tingkat SMK yang masih tinggi tingkat penganggurannya.
“Jadi memang, mungkin ini yang harus menjadi kajian bersama bagaimna meningkatkan peluang kerja itu semakin luas. Dengan mengikuti perkembangan perkonomian hari ini, dan perkembangan pekerjaan berbasis teknologi (padat modal),“ tegas Iwan Suryawan.
Selain itu, pihaknya pun mengkritisi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini gara-gara berbagai faktor. Seperti relokasi beberapa pabrik di Jabar ke daerah lain, produk impor gerus produk lokal, hingga beban upah yang dinilai pemberi kerja terlalu tinggi.
BACA JUGA:Mumpung Berkunjung, KPAID Cirebon Beri Pemahaman Soal Bahaya Bullying ke Siswa SDN 1 Jagasatru
“Tentunya, ini kaitannya dengan kebijakan pemerintah dan kebijakan ketenagakerjaan. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, serta biaya upah dan segala macamnya,” ucapnya.
Memang hampir semua keinginan dari pegawai mendapatkan upah lebih baik untuk kesejahteraan. Namun ada beberapa yang menjadi pertimbangan yaitu, tentang kemampuan dari perusahaan tersebut, goodwill perusahaan tersebut.
“Kedua belah pihak harus sama-sama diakomodir (soal beban upah bagi pemberi kerja dan kesejahteraan untuk pekerja) itu harus dipikirkan,” ucap dia. (adv/ril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: