Ketika Kadal ‘Muncak Dulu’ ke Gunung Ciremai

Momen CEO Radar Cirebon Group, Yanto S Utomo saat mendaki Gunung Ciremai bersama anggota Kadal Cycling Club (KCC). -Istimewa -Radarcirebon.com
Akhirnya kami keluarkan senjata pamungkas. Selimut almunium foil. Sayang hanya ada 3 selimut. Saya, Budi dan Reza pun berselimut mirip “manusia silver” di puncak Ciremai. Hanya William yang masih gagah berani dengan jaket tipisnya.
Pada pukul 10.57, satu demi satu rombongan sampai di puncak. Tepat pukul 11.15 semua sudah sampai puncak.
Akhirnya kami bersuka ria di puncak. Berfoto-foto di tengah kabut. Seolah lupa bahwa puncak itu baru setengah perjalanan. Masih ada jalur turun gunung yang jarak dan rutenya sama. Yang tantangannya tak kalah mengerikan dibandingkan ketika naik.
Setelah beberapa saat kami tak sanggup lagi berada di Atap Jawa Barat. Rencana 2 jam di tempat tersebut diperpendek. Kami sepakat turun dan membatalkan untuk makan siang Nasi Jamblang di Puncak Ciremai. Apalagi ditambah, porter yang membawa makanan belum sampai puncak.
Akhirnya kami sepakat turun gunung. Dengan tertatih-tatih kami harus menuruni rute bebatuan. Setelah beberapa saat turun dari Goa Walet, barulah terlihat porter pembawa nasi jamblang.
Di tempat bebatuan besar yang tidak rata, akhirnya kami sepakat menyantap nasi jamblang. Di tengah jalur pendakian itu, kami pun menyantap makanan khas Cirebon ini. Pengalaman makan nasi jamblang yang tak akan terlupakan.
Setelah perut kenyang, kami sepakat untuk segera turun. Cuaca memang sejuk cenderung dingin. Namun yang kami takuti jika terjadi hujan ketika masih di rute bebatuan.
Usai makan jamblang, kami pun turun. Sebelum turun disepakati untuk bertemu lagi dan ngopi bareng di Pos 6. Karena kemampuan yang berbeda, ketika turun pun terbagi dalam beberapa kelompok.
Akhirnya setelah menuruni bebatuan, walau tidak bersamaan kami pun sampai dan bertemu lagi di Pos 6. Di tempat itulah kami ngopi dan minum es buah yang dibawa langsung dari Cirebon.
“Kopi ini paling enak sedunia,” ungkap Paman M Ridwan. Dia pula yang memasak dan menyedu serta membagi rata ke semua yang suka kopi.
Setelah ngopi kemudian disepakati lagi untuk segera turun dan ketemu di Pos 1 Cigowong. Kami pun turun masing-masing. Setelah jam 16.00 sore kami pun lengkap sampai di pos itu untuk menyantap mie rebus khas Cigowong.
Baru setelah itu masing-masing menuju ke basecamp di Palutungan. Disambut hujan deras satu per satu sampai di finish Ipukan.
Batu terjal, tanjakan dan turunan curam, serta kaki bengkak semua terlupakan. Kami senang karena bisa menyelesaikan mendaki gunung tertinggi di Jawa Barat tersebut.
Ketika sampai finish dan sebelum pulang, ada sebuah kalimat yang tak terlupakan dari Willam. Dia ini sosok yang baru saja menyelesaikan gowes 1500 km tersebut. “Finish terbaik itu bukan di sini, tapi di rumah masing-masing,” ungkap William. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: